Seorang laki-laki yang kalah dan selalu kalah

Senin, 11 Juni 2012

YESUS DAN WONG CILIK


YESUS DAN WONG CILIK

I.                   Isi Ringkasan Buku
Makna Kerajaan Allah
Kerajaan (basilea) dalam Injil merupakan suatu proklamasi untuk menggugat dominasi, eksploitasi, dan hegemoni “kekaisaran Romawi”, dan Kerajaan Allah tidak sama dengan kerajaan Daud. Kedatangan Kerajaan Allah tertuju kepada orang-orang miskin, hal ini dapat kita lihat tujuan dari Tahun Yobel yang menciptakan manusia baru dan bumi baru dimana penderitaan dan kelaparan umat (ocloj). Ungkapan kedatangan Kerajaan Allah adalah ungkapan untuk menunjukkan kekuasaan Allah,[1] Yesus sering menyebutnya sebagai kedatangan Basilea. Ciri-ciri dari Basilea yang diberikan Yesus:
-          orang kaya sulit masuk Basilea
-          yang melayani lebih besar dari yang dilayani
-          Basilea berkembang dari kecil menjadi besar (seperti biji sesawi)
-          Basilea adalah tempat berteduh bagi yang membutuhkan
-          Menyangkal diri adalah syarat untuk masuk dalam Basilea
-          Seekor unta lebih mudah masuk dalam Kerajaan Allah daripada manusia
-          Basilea ada diantara manusia.[2]

Basilea bukanlah tempatnya untuk menerima jaminan jasmani dan keselamtan jiwa sesudah kematian, dan Basilea tidak pernah dihubungkan dengan golongan penindas, namun bukan berarti bahwa orang kaya ditolak dalam Basilea, Basilea terbuka bagi orang kaya dan tokoh-tokoh agama yang mau menerima kelahiran baru. Kita harus ketahui bahwa kemerdekaan/ nasionalisme tidak identik dengan Basilea, Basilea berbeda dengan membangun kembali kerajaan Daud. Dalam Basilea tidak ada penindasan, penjajahan, dan pemerasan, sehingga dalam rangka inilah diakonia sebagai misi Allah untuk mewujudkan Basilea di bumi merupakan panggilan gereja segala tempat dan waktu.[3]

1.2.      Perhatian Pada Yang Tersisih
1.2.1.   Praktik Diakonia dalam Perjanjian Lama
Terdapat beberapa praktik diakonia seperti perhatian pada orang miskin (janda, yatim-piatu dan orang asing) yang terdapat dalam hukum Taurat. Dalam hukum Musa ada beberapa undang-undang yang memberikan perhatian pada orang miskin dan keadilan social, seperti konsep:
-          “tahun Yobel”, tidak hanya menekankan penghapusan hutan (50 tahun sekali) tetapi juga pelestarian lingkungan hidup
-          “tahun Sabat”, tujuannya menolong orang miskin, tanah, dan binatang dari perlakuan yang tidak adil oleh kebijaksanaan waktu itu yang dilakukan setiap tujuh tahun sekali
-          “perpuluhan”, yang menekankan bahwa Tanah Kanaan atau Israel beserta isinya adalah milik Allah, Israel hanya sekadar juru kunci (bukan pemilik). Selain itu perpuluhan bukanlah hanya untuk Israel saja, tetapi juga untuk menghidupi orang lain, seperti orang Lewi, yatim-piatu, janda miskin, dan orang asing. Selain itu perpuluhan dibaliknya mempunyai suatu larangan bagi orang Israel untuk tidak berlaku kejam pada orang asing yang tinggal di negeri mereka, mengingat bahwa Israel dulunya adalah pengembara, bangsa yang dianiaya di Mesir, dan pengembara yang tak bertanah dan menjadi buruh
-          “larangan mengambil bunga dari yang miskin”, orang miskin perlu diberi kesempatan untuk memperbaiki nasib mereka dengan membebaskan mereka dari bunga pinjaman bahkan ketika mereka kena musibah.
-          “peraturan panen”, umat Israel diwajibkan menyisihkan hasil panen di ladangnya agar orang miskin dapat mengumpulkannya.
-          “perlakuan terhadap pekerja”, orang Israel dilarang menahan upah seorang pekerja karena akan menyebabkan penderitaan bagi mereka
-          “pembatasan kekayaan raja”, seorang raja dilarang serakah dalam masalah uang, seorang raja tidak boleh hanya mengumpulkan kekayaanya, namun harus memperhatikan rakyatnya.[4]

1.2.2.   Praktik Diankonia dalam Perjanjian Baru
Yesus telah memerintahkan kepada murid-muridnya agar memberikan perhatian kepada orang-orang miskin. Injil adalah kabar baik bagi dan sukacita bagi semua orang, namun focus Allah adalah memberitakan kabar baik bagi orang miskin (anawim). Orang yang memberikan perhatian dan pelayanan kepada orang miskin berarti seseorang itu juga telah memberikan perhatiannya dan pelayanannya kepada Yesus. Pelayanan itu tidak hanya diberikan kepada kalangan sendiri tetapi juga untuk semua orang walaupun orang yang tidak berasal dari kalangan sendiri, bahkan bagi orang yang membenci kita.[5]

1.3.      Bentuk Diakonia
1.3.1.   Diakonia Karitatif
Diakonia karitatif adalah model diakonia yang paling tua dari gereja dan pekerja sosial, diakonia ini diwujudkan dalam bentuk pemberian makanan, pakaian untuk orang miskin, menghibur orang sakit, perbuatan amal kebajikan. Diakonia ini menggambarkan hubungan antara pemberi/ penyalur bantuan dengan pihak penerima bantuan. Panggilan Kristen adalah penyangkalan diri sendiri dan mengangkat salib, tidak sekadar mendapatkan roti dan bantuan material, hal ini adalah manifestasi untuk mewujudkan Basilea, untuk mewujudkan manusia dan dunia baru, dunia baru dimana tidak ada lagi tangis, kemiskinan, dan penindasan. Diakonia karitatif digambarkan dengan memberikan ikan dan roti tanpa memberdayakan mereka.[6]

1.3.2.   Diakonia Reformatif/ Pembangunan
1.      Pembangunan sebuah tinjaun teologis
Melalui pembangunan kemiskinan dan kelaparan di dunia dapat diatas melalui pertumbuhan ekonomi, ideology ini muncul di tengah perang dingin, ketika terjadi persaingan antara kapitalisme dan komunisme. Pembangunan selalu menunjukkan kegagalan manusia dalam melaksanakan pembangunan yang cenderung melawan Allah  atas ciptaan-Nya. Pembangunan ini bisa membuat manusia jatuh kepada penyembahan kepada Mamon dan Molokh.[7]
2.      Kerajaan Allah di tengah Pembangunan
Pembangunan infrastruktur teknologi dan ekonomi tanpa disertai pemberdayaan rakyat kecil bukanlah jawaban terhadap peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat bila tidak disertai pemerataan hasil pembangunan dan partisipasi rakyat, oleh karena itu pembangunan itu harus disertai penegakan keadilan sosial. Namun gereja sendiri masih memiliki bentuk eksploitasi dan kebencian terhadap sesame berupa sekat-sekat perbedaan suku dan sosial. Pembangunan yang benar adalah bila berjalan menurut perspektif Kerajaan Allah yang mewujudkan keadilan dan perdamaian.[8]
3.      Diakonia Reformatif di tengah dekade pembangunan
Bentuk ini muncul pada waktu Sidang Raya Dewan Gereja se-Dunia IV di Upsalla Swedia tahun 1967 dengan membentuk komisi  yang disebut Commision on Church’s Participation in Development (CCPD), dengan mendesak agar Negara-negara kaya di Utara memberikan bantuan ekonomi dan teknologi bagi Negara-negara miskin di Selatan, dan dilanjutkan pada Sidang Raya DGI/ PGI VII di Pematangsiantar tahun 1971 dan membentuk Darma Cipta/ Development Center. Diakonia ini tidak mampu menyelesaikan kemiskinan rakyat, ia hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi, bantuan modal, dan teknik, namun tidak  melihat sumber kemiskinan itu.[9]

1.3.3.   Diakonia Transformatif
Diatas telah dijelaskan bahwa diakonia karikatif adalah pelayanan memberikan ikan kepada orang yang lapar, dan  diakonia reformatif adalah pelayanan memberikan pancing dan mengajar seseorang memancing, dan diakonia transformatif adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri, diakonia ini membebaskan rakyat kecil dari ketidakadilan yang mengepung mereka. Diakonia transformatif sering berjalan dengan diakonia karikatif dan pembangunan.[10]

1.4.      Diakonia dengan Kecaman Sosial
Setiap praktik diakonia selalu mengahadapi persoalan-persoalan yang muncul lingkungannya dimana ia hadir, seperti Stefanus yang mati bukan karena memberikan bantuan kepada janda-janda yang bukan Yahudi, namun ia mati karena kecamannya atas dosa sosial yang dilakukan oleh orang Yahudi. Mereka menuduh Stefanus melakukan pelanggaran terhadap tempat kudus (Bait Allah) dan hukum Taurat, mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan agama Yahudi karena memberitakan kebangkitan Yesus yang disalib. Kecaman sosial ini memudar ketika negara memberikan bantuan kepada gereja di Eropa dan ketika Kristen diakui sebagai agama negara dan berkurangnya pengaruh agama Romawi kuno, terlebih lagi karena keuangan negara mempengaruhi kehidupan gereja[11]

1.4.1.   Panggilan Semua Orang Melawan Dosa
Baik orang miskin dan orang kaya dipanggil untuk menerima Kerajaan Allah, bagi orang kaya adalah dengan menjual seluruh harta miliknya dan membagi-bagikannya kepada orang miskin, perintah ini dilakukan oleh jemaat pertama dalam Kisah Para Rasul. Dosa asal yang berasal dari pelanggaran Adam hanya dapat ditebus melalui anugerah Allah lewat jalan salib. Panggilan untuk menerima Kerajaan Allah tidak hanya mempraktikkan upacara ritual suatu agama namun melakukan tindakan solidaritas dan mengikuti jalan salib, dengan kata lain untuk melawan dosa haruslah menyangkal diri sendiri dan bersedia mengangkat salib.[12]


1.5.      Kritik Terhadap Praktik Pembangunan
Pemerintah menyebutnya dengan “pembangunan masyarakat”, namun organisasi sosial menyebutnya dengan “pengembangan masyarakat”. Banyak para sosiolog, teolog mengkritik pembangunan sebagai modernisai yang berorientasi pada pertumbuhan  ekonomi, dan memang pembangunan ini telah mendatangkan kemajuan fisik, seperti pembangunan jalan, waduk, gedung, dan penebangan hutan, dan dampaknya ialah perusakan lingkungan hidup, pemerasan tenaga buruh, perampasan tanah petani kecil, dan rakyat kecil  harus menanggung beban pembangunan, dan pada akhirnya merekalah yang sedikit menikmati hasil pembangunan itu. Berbeda dengan “pembangunan sebagai perkembangan” yang melakukan pembebasan menuju kemanusiaan yang adil dan beradab.[13]

1.5.1.   Perlunya Partisipasi Rakyat
Ada beberapa manfaat partisipasi rakyat sebagai pembagian kekuasaan dan empowering the people:
-          proyek dapat diterima oleh rakyat
-          rakyat melalui sumbangan tenaga dan materialnya akan merasakan manfaat langsung dari proyek
-          rakyat terbuka terhadap perubahan dan terlatih dalam mengelola proyek
-          rakyat akan turut memelihara dan mengamankan proyek karena ikut memiliki
-          pengawasan proyek akan lebih efisien dan efektif
Partisipasi rakyat harus dimulai dari:
-          perencanaan
-          pelaksanaan, dan
-          pengawasan.[14]
Pemerintah dan organisasi sepakat dalam partisipasi rakyat dalam pembangunan, namun prioritas dan strategi berbeda. Pemerintah menekankan pertumbuhan ekonomi dan perencanaan dari atas, sedangkan organisasi rakyat (LSM) pembebasan dan pembangunan melalui perencanaan dari bawah.

1.6.      Berteologi bersama rakyat
Pemahaman teologi tidak hanya berpusat di altar, namun teologi harus memiliki benang merah dengan pergumulan rakyat yang menderita karena ketidakadilan, dan khotbah itu tidak hanya di dalam gedung,  tetapi juga di pasar. Ciri-ciri wajah teologi saat ini:
-     teologi saat ini adalah warisan teolog abad 19 (teologi colonial), menekankan keselamatan rohani dan individu. Pekabaran Injil dilihat sebagai panggilan untuk dibaptis dan mendapatkan keselamatan, tidak dipandang sebagai kabar baik.
-          teologi saat ini menekankan pernyataan daripada tindakan
-          isi teologi tenggelam dalam dogma daripada refleksi yang kontekstual dan profetik
-          perspektifnya lebih memihak pada golongan penguasa daripada kaum akar rumput
-          teologi sebagai kebenaran universal yang mengabaikan konteksnya.[15]

1.6.1.   Teologi Rumput
Teologi tidak bisa lepas dari praksis rakyat, tanpa praksis iman, teologi bukanlah teologi, Praksis iman adalah pengakuan kepercayaan yang muncul dari dalam sejarah, seperti peristiwa keluaran menjadi landasan iman Israel, peristiwa salib menjadi landasan pengikut Yesus. Teologi ini sangat cocok dalam diakonia transformatif yang disebutkan diatas. Teologi ini dapat dikomunikasikan melalui:
(1) Alam semesta.
(2) sejarah rakyat
(3) budaya dan tradisi
(4) media
(5) teladan hidup
(6) kelompok kecil maupun besar.[16]
Spiritualitas seseorang tidak bisa dibuktikan dalam kehidupan di sekitar altar, namun juga di lingkungan hidup.

1.7.      Kemitraan Yang Membebaskan Dalam Pelayanan
1.7.1.   Kemitraan Yang Sesungguhnya
Masalah kemitraan adalah masalah yang sering diperdebatkan dalam pelayanan, terutama dalam gerakan oikumene, yang sering diperdebatkan ialah masalah pembagian sumber daya (terutama masalah bantuan uang), masalah ini sering berlangsung dalam suasan pedih dan menyakitkan semua pihak.[17] Untuk memecahkan masalah itu, Josef P.Widyatmadja mengajukan beberapa usulan, yaitu:
-          perlunya penyangkalan diri dari semua pihak, yaitu lebih mementingkan kepentingan kemanusiaan dan keadilan sosial
-          saling percaya dan menolong, badan donor harus menolong mitranya dalam melaksanakan programnya, dan penerima harus menolong badan donor agar dapat mempertanggungjawabkan dana yang sudah ada dari mitranya di utara
-          transformasi sosial sebagai agenda utama kemitraan, agenda bersama donor dan penerima adalah mewujudkan manusia dan dunia baru, yaitu mengatasi perbedaan dan ketidakadilan yang ada
-          perlunya paradigma dan tolak ukur yang sama
-          menyembuhkan luka sejarah dan memperbarui dunia, dimana semua lembaga pelayanan memiliki ketergantungan pada lembaga donor di Utara karena tata ekonomi dunia dan beban sejarah, namun konsultasi ecumenical resources sharing yang dibentuk untuk mengurangai hubungan itu, dan pada akhirnya hubungan itu tidak dapat lepas dari lembaga pelayanan dan gereja di Selatan, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana agar bantuan itu tidak menjadi laknat namun menjadi berkat bagi banyak orang.[18]

1.8.      Panggilan Di Abad ke-21
Proses dunia terbuka, baik dalam informasi, perdagangan, dan budaya adalah kenyataan yang harus dihadapi terutama gereja. Dalam hal ini gereja perlu berkiprah dan mempersiapkan umatnya agar dapar bertahan hidup di era-globalisasi, dengan cara berteologi bersama rakyat. Dalam globalisasi ini kemiskinan masih akan berlanjut dan oleh karena itu Injil Kerajaan Allah perlu diwujudkan di bumi melalui diakonia transformatif. Begitu juga dalam masalah perusakan lingkungan, gereja harus memberikan pendidikan dan penyadaran tentang pemanasan global, perubahan iklim, pencemaran air dan udara, dan demikian juga masalah pelestarian lingkungan, gereja melakukan penanaman pohon, penghematan air, dan pengurangan pemakaian air minum kemasan plastik perlu ditanamkan sejak dini dalam kehidupan warga gereja.[19] Bebarapa usaha yang dapat dilakukan gereja di era globalisasi adalah:
-          mengajarkan nilai kemanusiaan sebagai tujuan, orang miskin adalah subjek bukan objek pembangunan
-          harus menerima setiap kebudayaan dan peradaban yang perlu dihormati oleh kebudayaan dan peradaban lain
-          tatanan ekonomi dan sosial yang menghancurkan ciptaan Allah, dianggap sebagai global evil yang melawan Basilea.[20]
Diakonia transformatif bermaksud menciptakan manusia dan dunia baru yang di dalamnya semua budaya dan peradaban mendapatkan tempat dalam Kerajaan Allah, tidak boleh ada budaya dan peradaban yang mendominasi budaya dan peradaban lain, apalagi menghancurkan peradaban bangsa lain dengan kekuaran ekonomi, politik, teknologi, dan militer.

1.8.1.   Makna Diakonia Transformatif
Terdapat beberapa makna diakonia menurut Josef. P. Widyatmadja, yaitu:
-          Diakonia sebagai ibadah
-          Diakonia sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan hidup
-          Diakonia sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dan persaudaraan dengan sesama manusia
-          Diakonia sebagai upaya untuk menciptakan keadilan dan sosial dan perwujudan Kerajaan Allah
-          Diakonia sebagai upaya menciptakan kemanusiaan dan kesejahteraan bagi semua.[21]

1.8.2.   Hal-Hal Yang Harus Dilakukan Oleh Gereja
Beberapa hal yang harus dilakukan gereja dalam berdiakonia di abad-21, yaitu:
-          Dari krisis ke kairos
Bagi orang beriman, krisis adalah sebuah kairos/ kesempatan untuk mewujudkan iman yang memberlakukan Kerajaan Allah, orang beriman tak boleh tenggelam dalam krisis, namun perlu mengubah krisis menjadi kairos, peristiwa penyaliban Yesus adalah krisis bagi anak manusia dan para murid, namun menjadi kairos untuk menunjukkan ketaatan kepada Bapa
-          Kenosis
Kenosis/ pengosongan diri merupakan inkarnasi Anak Allah menjadi manusia, Anak Manusia tak memedulikan statusnya sebagai Anak Allah. Penyangkalan diri ini adalah syarat untuk melakukan diakonia transformative
-          Berbalik arah (metanoia)
Metanoia/ pertobatan adalah berbalik pada Allah yang hidup. Gereja harus bertobat dan berbalik arah pada Kerajaan Allah, pertobatan ini adalah pro-kehidupan dan melindungi orang yang lemah yang terancam kematian. Pertobatan dalam abad ke-21 ini adalah menanggalkan perwujudan iman kita yang bersifat dogmatis dan retorik dengan dialog lintas budaya dan peradaban.
-          Agape dan dikaiosune
Kedua ini tidak dapat dipisahkan, kedua ini adalah inti ajaran Yesus, kasih kepada sesama manusia atau kemanusiaan
-          Koinonia sebagai solidaritas
Persekutuan adalah gerakan dengan cara memperhatikan yang tersisih, saling berbagi, diakonia tanpa koinonia adalah diakonia tanpa kasih, sebab koinonia adalah solidaritas. Persekutuan yang memelihara roh keesaan dan ke-am-an mengungkapkan dirinya dalam komitmen kerendahan hati, sikap saling menghormati, lapang dada, kesabaran, dan cintah kasih. Dalam hal ini gereja terpanggil untuk saling membangun (1 Tes 5:11) dan saling mengasihi sebagai saudara (Roma 12:10).[22]
-          empowering/ pemberdayaan
Diakonia transformative bukan sekedar memberikan uang namun pemberdayaan orang lumpuh, mencelikkan mata yang buta (penyadaran dan pemberian semangat).
-          Pastoralia pada orang kaya
Tujuan pastoral kepada orang yang berkuasa adalah agar mereka bertanggung jawab terhadap kuasa yang dimilikinya dan digunakan untuk kesejahteraan sosial bagi semua orang.
-          Peranan pendidikan teologi
Sekolah teologi selama ini kurang memberikan pembekalan soal diakoni transformatif yang berpusat pada rakyat. Kerjasama antar gereja dan LSM, dan pendidikan teologi perlu dilakukan agar lulusan pendidikan teologi bisa menerapkan panggilannya di tengah rakyat.[23]

II.        Tanggapan
2.1.      Masalah diakonia
2.1.1.   Diakonia Karikatif
Josef Widyatmadja dalam bukunya “Yesus & Wong Cilik” menjelaskan diakonia hanya berpatok kepada masalah materi saja, namun kelompok menganggap bahwa bukan hanya dalam bentuk materi saja gereja dapat berdiakonia, banyak hal yang harus dilakukan gereja dalam mewujudkan Basilea itu:
-          gereja dapat menerapkan gerakan diakonianya dengan cara menghubungkan jemaat-jemaat yang kurang mampu dengan jamaat-jemaat yang lebih mampu, seperti bunda Theresa membawa sesuatu yang bermakna di kota Kalkutta terhadap anak-anak terlantar dengan kunci spritualitas yang muncul dari penghayatan panggilannya. Theresa mengajak orang-orang yang mampu untuk membantu anak-anak terlantar, orang kusta, papa, miskin dan melarat.[24]
-          Gereja juga tidak hanya bisa berperan dalam memberikan bantuan materi saja, gereja juga bisa bekerja dengan pemberian motivasi bagi jemaat, menerapkan sebuah teologi eskatologi, bahwa mereka akan bisa melalui masalah kemiskina dan akan mencapai sebuah kebahagian. Inilah peran gereja dari sisi psikologi dan spiritual masyrakat, agar niat untuk berjuang tumbuh kembali.[25]

2.1.2.   Diakonia Reformatif
-          diakonia reformatif kurang efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah kemiskinan jemaat sampai ke akar-akarnya, sehingga masalah-masalah  kemiskinan akan tetap kembali datang, maka kelompok kami menyatakan diakonia reformatif harus diawali dengan reformatif penyadaran yang dilakukan pemimpin gereja, mengapa kemiskinan itu bisa terjadi, kemudia memberikan motivasi bahwa ada rencana Allah dibalik semua kemiskinan yang terjadi.[26]
-          Pemimpin gereja juga harus aktif dalam memberikan solusi-solusi nyata yang bisa dilakukan oleh masyarakat, seperti dengan pembinaan jemaat untuk mengolah keuangan, pembinaan masyarakat dalam bertani, berdagang, beternak dan pekerjaan alternaf lainnya. Semua hal itu bisa diawali dengan pendukungan spritualitas masyarakat untuk tanggap terhadap masalah-masalah.[27]
-          Peran gereja harus dapat dikontekstualisasikan dalam setiap keadaan umat manusia dalam sekitar yang sedang dihadapi. Peran gereja akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar dan akan menjadi teladan jika memiliki peran yang sangat aktif.

2.1.3.   Diakonia Transformatif
-          gereja harus lebih aktif lagi dalam menanggapi masalah-masalah masyarakat harus lebih banyak berbuat dari pada bertanya. Gereja harus lebih tanggap melihat semua keadaan, gereja diharapkan untuk langsung terjun ke lapangan, bukan menunggu. Pemimpin gereja juga diharapkan untuk lebih cepat turun ke lapangan, mencari kerja sama dengan lembaga-lembaga di luar gereja yang ikut serta menangani masalah kemiskinan. Pelayanan gereja yang transformatif juga mendapat dukungan dari warga jemaatnya sehingga program diakonia di suatu gereja dapat berjalan dengan baik. Dengan begitu di dalam persekutuan pekerja-pekerja sosial dapat menolong jemaat yang diakonal, sehingga ia dapat melakukan pekerjaannya sesuai dari imanya.[28]
-          Gereja seharusnya mampu menampung orang-orang miskin sebagai subjek di dalam membangun kesejahteraan masyarakat dan ikut menerima hasil yang setara. Gereja merupakan sarana perubahan bagi orang yang tidak mampu menjadi mampu dengan memberikan pembinaan oleh pemimpin jemaat dalam bentuk apapun yang mendukung masyarakat mendapatkan solusi yang tepat menyelasaikan masalah kesejahteraan masayarakat. Menurut Barna, para pemimpin atau pelayan gereja yang sangat efekti menunjukkan perubahan yang tidak putus-putus, dan pemimpin gereja menjadi lokomotif perubahan.[29]
-          gereja tidak dapat melepaskan perwujudan imannya yang bersifat dogmatis dalam berdiakonia di abad-21, sebab hal ini mencirikan penganut suatu agama dengan penganut agama-agama yang lain, jika hal ini dilepas maka ajaran- ajaran Kristen akan diabaikan oleh penganutnya.

2.1.4.   Diakonia Gereja dalam abad -21
Josef Widyatmadja dalam hal-hal yang harus dilakukan gereja dalam abad-21 hanya menjelaskan sedikit saja, dalam hal ini kelompok menambahkan beberapa hal diantaranya:
-          gereja tidak hanya berdiam diri saja, namun gereja harus, dan gereja harus memperhatikan orang-orang miskin sehingga mereka dapat bersaing dalam ekonomi pasar bebas. Gereja juga harus memberikan pembinaan baik juga pelatihan secara menyeluruh bagi jemaat yang memiliki bakat tertentu untuk mengembangkan bakatnya di dunia pasar bebas. Gereja harus menempatkan diri  dalam untuk berperan dalam persiapan masayarakat atau jemaat menghadapi pasar bebas.
-          gereja tidak salah bila mengembangkan kewiraswastaan, dalam hal ini gereja mendukung masyarakat yang beprofesi pedagang, apalagi pedagang-pedagang kecil. Kewiraswastaan adalah sebuah alternative pekerjaan yang bisa dikembangkan oleh masyarakat lewat sokongan gereja. Gereja harus memberikan cara berdagang yang inovatif dan menarik, namun tidak meninggalkan dirinya sebagai gereja pada hakekatnya.[30]
-          Kemajuan teknologi harus disyukuri sebagai berkat Tuhan terhadap manusia, dengan kemajuan teknologi ini gereja harus memakai kemajuan teknologi sebagai peluang untuk mewujudkan keselamatan secara maksimal. Gereja juga dapat memberikan pemahaman kepada jemaat bahwa pemuda Kristen harus mampu menggunakan teknologi dan memaham penggunaan teknologi sebagai peningkatan hidup dan sebagai bagian dari perwujudan iman.[31]
-          Masalah utama dari abad ke-21 adalah kurangnya kepedulian sesama. Banyak orang-orang yang lebih mampu dalam bidang ekonomi tapi tidak memilki rasa yang diakonal kepada sesamanya yang kurang mampu. Maka gereja harus memeberikan pembiaan dan menjadi teladan agar jemaatnya bisa saling menopang untuk mencapai kesejahteraan bersama. Gerakan yang di dalam ruang lingkup gereja harus saling memperhatikan, dlam segi ekonomi ada beberapa gereja yang masih minim ekonominya. Dalam hal ini gereja perlu meliha kedepan dan disekitarnya agar jemaat yang masih dalam keadaan yang masih minim dalam hal ekonomi dapat dibantu dengan baik dan memperoleh kesejatraan hidup antar gereja dan lingkungan yang beragama. Banayk jemaat juga yang kurang memperhatikan gereja karena factor ekonomi yang minim sehingga ini dikaitkan dengan mereka yang tidak diberkati. Sebaiknya jemaat berpikir positif dengan apa yang mereka kerjakan, agar berbuah dalam kehidupan mereka, dengan demikian sejalanlah ekonomi dengan peranan gereja ditenga-tengah lingkungan sosial.[32]
-           Pemimpin gereja sekarang yang kurang perhatian terhadap pelayanan kepada anak-anak sekolah minggunya. Kepemimpinan dapat digambarkan sebagai kumpulan tugas fungsiomal yang harus dilakukan. Salah satu figure pemimpin dalam meliputi acuan  tugas seorang pemimpin adalah memberi bimbingan yang efektif dalam komunitas di dalam gereja, sehingga dengan demikian dapat mewujudkan misi gereja.[33] Karena anak sekolah minggu merupakan masa depan gereja, jika pemimpin tidak melakukan diakonianya kepada mereka akan ada dampak negatif. 
-          Manusia pada abad ke-21 ini seperti manusia-manusia yang kehilangan motivasinya, maka sangat berpengaruh pada niat dalam pengembangan kesejahteraan. Maka oleh karena itu gereja harus beperan aktif sebagai motivator dalam pengembangan manusia kerja. Peran gereja mampu memberikan sebuah niat baru bagi jemaat untuk menemukan inovasi baru untuk menemukan lapangan kerja baru buatan dirinya sendiri untuk pengembangan perekonomian. Dengan peran gereja sebagai motivator akan selalu menjadi renungan dalam setiap pekerjaan.[34]
-          Selain itu juga dituntut sebuah peran gereja pada abad ke-21 ini dimana gereja harus mampu mengizinkan dirinya menjadi sebuah gereja kaum miskin, gereja menjadi lambangnya kaum miskin, yang tidak hanya menunjukkan  kebenaran mereka dari luar namun juga dalam dirinya sendiri. Dengan pembinaan bagi kaum-kaum miskin yang dilakukan gereja abad 21 ini bisa membantu masyarakat untuk menangani masalah kemiskinan (Kaum Wong Cilik). Peran gereja dalam pembinaan ini adalah sebuah cerminan teladan Yesus yang datang untuk memberikan pembebasan bagi orang-orang tertindas. Manusia yang sukses adalah manusia yang bermanfaat bagi sekitarnya, demikian juga dengan gereja, gereja yang benar adalah gereja yang memiliki peran aktif dalam pengembangan kehidupana masyarakat sekitarnya. Peran gereja harus dapat dinikmati bagi masyarakat dan menjadi strategi misi penginjilan gereja lewat teladan gereja.[35]
-          Gereja juga harus memperhatikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat real saat ini, dimana dalam abad 21 ini banyak terdapat masalah buruh, masalah kerja yang tidak mungkin diselesaikan oleh satu pihak saja, masalah buruh dan masalah kerja harus diselesaikan dalam kerja sama menyeluruh antar-semua pihak yang berkepentingan termasuk gereja. Gotong royong merupakan usaha yang baik dalam membangun kerjasama antar gereja. Karena banyak didalam gereja itu yang masih berlawanan dalam artian tidak satu hatinya, oleh karena itu perlunya ditekankan dalam gereja saling memperhatikan yang berkerja didalam bodang apapun.[36]
-          Menurut Gonsalves, bidang cukup gereja tidak boleh dicampuradukkan dengan politik. Gereja pada abad 21 ini harus dibatasi kegiatan-kegiatannya pada urusan teologi. Pada pihak lain, Soares berpendapat bahwa kegiatan gereja tidak dapat dipersempit hanya ke urusan-urusan yang abstrak. Gereja justru harus memperlihatkan keperhatiannya pada persoalan-persoalan sosial yang konkret, semisal persoalan keadilan, hak asasi manusia. Seperti yang kita ketahui gereja berasal dari organisasi yang minoritas ditengah-tengah dominasi agama Yahudi.[37] Dapat ditekankan hubungan agama dan politik itu sangat jaug dan kalau boleh itu tidak bersentuhan, sehingga gereja berpusat pada satu tujuan.
-          Gereja perlu melakukan sebuah tindakan lansung bagi penanggulangan kemiskinan. Beberapa gereja hanya focus didalam lingkungan derja sendiri. Seharusnya gerja itu dapat membawa pengaruh dari gereja itu sendiri keluar, sehingga gereja dapat menjalankankan fungsinya, seperti yang dikatakan oleh Martin Luter, gereja harus dapat mempengaruhi dunia ini seperti batu yang dilemparkan ketengah-tengah kolam, air yang berada dalam kolam tersebut bergelombang hingga kepinggir kolam tersebut. Begitu jugalah seharusnya fungsi gereja yang kita rasakan sehingga banyak orang yang kembali pada yang baik dan benar. Orang-orang yang miskin pun dapat dibantu oleh gereja karena telah memberi pengaruh yang baik. Focus utama harus beralih kepada orng-orang miskin. Gereja harus menerapkan sebuah teologi praktika pleyanan bagi orang miskin sebagai wujud gereja yang hidup dalam masyarakat.[38]
-          Dalam perspektif kristiani, saya mengajak pembaca memandang kedepan melihat dan menyadari sosok hamba Tuhan yang akan datang, yang kita butuhkan untuk menghadapi abad ke 21, diantaranya: seorang hamba harus memiliki kualitas spiritual yang tinggi, seorang hamba juga harus memiliki intelektualitas yang mampu bersaing, memiliki katahanan dan kualitas moral yang terpuji, dan memiliki ideology yang teruji.[39]
-          Tujuan menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat haruslah jelas, ada beberapa langkah guna menyelesaikan konflik:
a.   Gereja melibatkan diri dan mebiarkan semua pihak yang sedang bertikai tahu bahwa gereja telah melibatkan diri
b.  gereja harus bersikap untuk memisahkan orang-orang yang sedang konflik dengan cara adil
c.  gereja harus menjadi pendengar yang baik dari kedua pihak yang berkonflik untuk mendapatkan solusi yang tepat
d.   gereja harus menjelaskan solusi yang diperoleh kepada pihak yang berkonflik
e.  gereja dapt berkonsultasi kepada pihak lain jika dipandang perlu
f.    gereja harus memantau pelaksanaan dari kesepakatan yang dicapai, jik ternyata perkembangannya tidak seperti yang diharapakn, janganlah berdiam diri sebelum segala sesuatu menjadi parah

III.       Kesimpulan dan Saran
3.1.      Kesimpulan
-          Kedatangan Kerajaan Allah tertuju kepada orang-orang miskin
-          Diakonia karitatif adalah model diakonia yang paling tua dari gereja dan pekerja sosial, diakonia ini diwujudkan dalam bentuk pemberian makanan, pakaian untuk orang miskin, menghibur orang sakit, perbuatan amal kebajikan.
-          Pembangunan yang benar adalah bila berjalan menurut perspektif Kerajaan Allah yang mewujudkan keadilan dan perdamaian.
-          diakonia transformatif adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri, diakonia ini membebaskan rakyat kecil dari ketidakadilan yang mengepung mereka. Diakonia transformatif sering berjalan dengan diakonia karikatif dan pembangunan
-          Setiap praktik diakonia selalu mengahadapi persoalan-persoalan yang muncul lingkungannya dimana ia hadir.
-          Panggilan untuk menerima Kerajaan Allah tidak hanya mempraktikkan upacara ritual suatu agama namun melakukan tindakan solidaritas dan mengikuti jalan salib, dengan kata lain untuk melawan dosa haruslah menyangkal diri sendiri dan bersedia mengangkat salib.
-          perlunya partisipasi rakyat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Dengan ini akan partisipasi masyarakat akan menjadi sebuah juru kunci keberhasilan penanganan masalaha kemiskinan.
-          Pemahaman teologi tidak hanya berpusat di altar, namun teologi harus memiliki benang merah dengan pergumulan rakyat yang menderita karena ketidakadilan, dan khotbah itu tidak hanya di dalam gedung,  tetapi juga di pasar
-          gereja perlu berkiprah dan mempersiapkan umatnya agar dapar bertahan hidup di era-globalisasi, dengan cara berteologi bersama rakyat.
-          dalam masalah perusakan lingkungan, gereja harus memberikan pendidikan dan penyadaran tentang pemanasan global, perubahan iklim, pencemaran air dan udara, dan demikian juga masalah pelestarian lingkungan, gereja melakukan penanaman pohon, penghematan air, dan pengurangan pemakaian air minum kemasan plastik perlu ditanamkan sejak dini dalam kehidupan warga gereja.
-          Diakonia transformatif bermaksud menciptakan manusia dan dunia baru yang di dalamnya semua budaya dan peradaban mendapatkan tempat dalam Kerajaan Allah
-          Hal-hal yang harus dilakukan gereja pada abad-21
§         Dari krisis ke kairos
§         Kenosis
§         Berbalik arah (metanoia)
§         Agape dan dikaiosune
§         Koinonia sebagai solidaritas
§         empowering/ pemberdayaan
§         Pastoralia pada orang kaya
§         Peranan pendidikan teologi

1.2              Saran
Setelah membaca penjelasan diatas, kelompok menyarankan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan gereja yang berdiakonia:
-          materi bukanlah hal yang utama dalam berdiakonia
-          gereja harus memandang dirinya sebagai gembala yang memperhatikan domba-dombanya (jemaat)
-          gereja harus mampu bersaing dalam era-globalisasi
-          diakonia tidak hanya bagi gereja sendiri namun bagi semua orang
-          gereja tetap mepertahankan ajaran-ajarannya serta mengaplikasikannya dalam berdiakonia dimana pun.
-          Gereja harus mampu menjadi motivator dan innovator bagi pemikiran jemaat untuk menemukan jalan keluar berbagai masalah dalam masyarakat.



[1] Josef P.Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, Praksis Diakonia Transformatif dan Teologi Rakyat di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010, hlm.11-12
[2] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 13
[3] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 15-18
[4] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 20-25
[5] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 25-27
[6] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 31,34,36
[7] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 36,38
[8] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 38-41
[9] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 41-43
[10]Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm.. 43,48
[11] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 57,61
[12] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 68-70
[13] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 72-73
[14] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 75
[15] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 99
[16] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 100, 114-115
[17] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 164
[18] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 165-166
[19] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 179,183
[20] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 185-186
[21] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 191-194
[22] Lutheran World Federation, Bermisi di Dalam Konteks: Transformasi Rekonsiliasi Pemberdayaan, Suatu Sumbangan Lutheran World Federation Untuk Memahami dan Melaksanakan Misi, Pearaja Tarutung: Kantor Pusar Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), 2008, hlm. 37-38
[23] Josef P.Widyatmadja, Op.Cit; hlm. 194-200
[24] Nekson M. Simanjuntak, “Meningkatkan Kebersamaan dsan Memberdayakan Warga Jemaat di Era Globalisasi” dalam WTP. Simarmata, Pelayan yang Memperlengkapi Jemaat, Buku Pengucapan Syukur 25 Tahun Pelayanan, Medan: PGI Wilayah Sumatera Utara, 2009, hlm.153-154
[25] Andreas A. Yewangoe, Theologi Crucis dan Gereja-gereja Asia, dalam Thomson MP Sinaga, Mewujudkan Komunitas Damai untukSemua, PGI Wilayah Sumut, Medan,2007,  hlm71-78
[26] J.L.Ch. Abineno, Diaken, Diakonia dan Diakonat Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997, hlm. 86-87
[27] Lutheran World Federation, Op.Cit; hlm. 71
[28] A. Noordegraaf, Orintasi Diakonia Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hlm. 214-216
[29] Budiman Tua Simarmata, Critical Book Review (The Habits of Highly Efective Chuches) dalam Jurnal Teologi, Vocatio dei (Greja Hadir untuk Bersaksi, Melayani, dan mempimpin dalam segala Aras), Pematang Siantar: STT-HKBP, 2010, hlm. 130-131
[30] Einar M, Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hlm. 62,64
[31] Einar M, Sitompul, Op.Cit; hlm. 97-99
[32] Kenneth O. Gangel, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen, Surabaya: Gandum Mas, 2001, hlm. 175-177

[33] Sahat Martua Lumbantobing, Model Kepemimpinan Episkopal, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2003, 168.
[34] Jahenos Saragih, Manajemen Kepemimpinan Gereja, Jakarta: Suara gereja Kristen Yang Esa Peduli Bangsa, 2009, hlm. 77-78
[35] Jon Sabrino,S.J. dan Juan Hernandez Pico, S.J., Teologi Solidaritas, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2001, hlm. 26
[36] Her Suharyanto & Linda Tnagdialla, Kaum Buruh, Buah Hati Gereja, Aktualisasi Ajaran Sosial Gereja dalam Perburuhan, Kanisius, Yogyakarta, 2004: hlm. 98
[37] A.A.Yewangoe, Iman Agama dan Masyarakat dalam Negara Masyarakat, BPK-Gunung Mulia, Jakarta, 2002: hlm. 47-48.
[38] Emanule Gerrit Singgih, Iman, dalam Politik dalam era Reformasi di Indonesia, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2004, hlm 48-49
[39] P. Octavianus, Gereja Memasuki Abad Ke 21, Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, Malang, 1998: hlm. 3-19.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar