Seorang laki-laki yang kalah dan selalu kalah

Kamis, 14 Juni 2012

TAFSIRAN NARATIF 1 raja-raja 21:1-16

TAFSIRAN NARATIF
1 Raja-raja 21:1-16

Unsur-Unsur Penafsiran Naratif
1.      Narator
Dalam cerita itu Narator seolah-olah sang narator ikut di dalamnya, karena cerita itu sepertinya diceritakan ulang dengan apik, lugas dan teratur dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca. Narator di dalam cerita itu ingin menunjukkan hubungan antara satu karakter dengan karakter yang lainnya (bagaimana  karakter raja Ahab, karakter Nabot dan karakter Izebel), dengan melihatnya dari sudah pandang sosial kemasyarakatan (Penguasa/pengusaha melawan rakyat kecil/jelata), dari sudut ekonomi (bahasa tukar guling, jual beli dan strategis letaknya) dan dari sudut politik/hukum (perbuatan Izebel yang memanipulasi, merekayasa serta menghalalkan segala cara demi keinginan dan kepentingan pribadi). Lalu dalam ayat-ayat terakhir dengan lugasnya narator menampilkan sosok Elia, dari sudut religi, yang akan menyampaikan firman Tuhan kepada Ahab, narator mau mengatakan bahwa ketika orang dengan sewenang-wenang dan semena-mena, melakukan yang jahat di mata Tuhan terhadap orang kecil dan tak berdaya, dengan membunuh dan merampas tanahnya (Hak warisan dan tanah pusaka atas pembagian nenek moyang) maka ia akan berhadapan dengan hukuman Tuhan.

2.      Bangunan/Struktur Cerita
Pasal 21 ini dapat di bagi ke dalam beberapa bagian: Ayat 1-4 menyatakan tawaran Raja Ahab yang ditolak oleh Nabot. Ayat 5-10 adalah tipu muslihat Izebel untuk memperoleh kebun anggur Nabot. Ayat 11-16 adalah pelaksanaan tipu muslihat tersebut. Ayat 17-24 adalah penghakiman Tuhan atas Ahab. Ayat 25-26 menyatakan riwayat singkat dari Ahab. Ayat 27-29 menyatakan respon Ahab atas seluruh firman Tuhan yang diberikan kepadanya.
Kisah kebun anggur Nabot ini terjadi setelah pasal 18 dan 19 dimana Elia sudah mengalahkan 500 nabi Baal. Dalam pasal 20 adalah nubuatan yang akan menimpa Ahab. Setelah itu terjadilah kasus Nabot. Jika peristiwa ini dicatat secara kronologis berarti ada masalah-masalah yang krusial yang sangat parah. Pertemuan Elia dan Ahab bukanlah pertemuan yang pertama. Elia sudah pernah memperingatkan Ahab tentang masa kekeringan selama tiga tahun kemudian Elia berdoa hujan turun, dan benar hujan pun turun. Kemudian terjadilah kasus Ahab yang merebut kebun anggur Nabot.
Kisah ini terjadi di wilayah Israel. Israel waktu itu sudah terpecah menjadi dua wilayah: Kerajaan Israel (Utara) dan Kerajaan Yehuda (Selatan). Perpecahan ini terjadi setelah masa Salomo yang memiliki istri begitu banyak. Israel utara dimulai oleh Yerobeam, Israel Selatan oleh Rehabeam. Kedua Kerajaan ini banyak berseteru. Banyak yang dicatat mengenai raja di Israel utara adalah raja-raja yang jahat, termasuk Ahab. Ahab memerintah 21 tahun lamanya dan ia melakukan hal yang begitu jahat melebihi raja-raja sebelumnya. Ahab pun mengambil Izebel, anak raja Sidon, dan pergi beribadah kepada Baal. Inilah dosa Ahab yang paling besar. Ia kawin campur dengan bangsa kafir dan beribadah kepada Baal. Kesalahan Salomo diulangi lagi oleh Ahab. Kesalahan ini ternyata punya efek besar dalam rumah tangga Ahab.
(Ayat 1-4) Ahab meminta kebun anggur Nabot untuk dijadikan kebun sayur baginya. Kebun anggur Nabot bersebelahan dengan rumah Ahab. Sebetulnya permintaan Ahab ini cukup adil. Karena Ahab berjanji akan mengganti dengan uang atau diberikan kebun anggur yang lebih baik. Mungkin harga yang diberikan bisa jauh lebih baik. Tetapi jawaban Nabot begitu keras seolah-olah ia tidak tahu terima kasih. Jika kita baca sekilas kita akan mengira Nabot begitu kasar. Tetapi orang Israel diberikan tanah pusaka oleh Tuhan sendiri dan tanah tersebut hanya boleh turun kepada keturunannya. Jika tidak ada keturunan, keluarga terdekat sang pemilik tanah harus menjadi penebus dari kerabat mereka. Inilah ketetapan yang diberikan Tuhan. Karena itulah Nabot lebih menghargai milik pusaka Tuhan daripada harga yang ditawar oleh Ahab.
Nabot bukan tidak tahu mengenal hal ini namun ia tetap memintanya. Ahab meskipun raja tetap tidak bisa mengambil tanah tersebut seenaknya. Ahab telah melanggar firman Tuhan. Nabot pasti tahu Ahab itu raja yang seperti apa, tetapi Nabot lebih takut kepada Tuhan sehingga ia menolak dengan tegas tidak akan menjual milik pusaka itu kepada Ahab. Ini adalah contoh dari umat Tuhan yang takut akan Tuhan lebih daripada takut akan manusia. Nabot harusnya sadar konsekuensi apa yang akan dihadapinya waktu ia menolak Ahab. Respon Ahab pun seperti anak kecil. Ia ngambek, tidak mau makan, gara-gara tidak dapat kebun. Inilah sifat asli Ahab, tidak mendapat apa yang diinginkan, ngambek. Berbeda sekali dengan Nabot yang menolak mentah-mentah tawaran Ahab karena ia takut kepada Tuhan.
(Ayat 5-10) Bagian kedua adalah muslihat Izebel untuk memperoleh kebun anggur Nabot. Izebel, si orang kafir itu, menasehati suaminya. Dalam rumah tangga, jika fungsi kepala keluarga sudah beralih kepada istri, apalagi istri yang tidak takut akan Tuhan, celakalah. Izebel memberikan jalan keluar supaya suaminya tidak ngambek lagi. Izebel mempunyai pola pikir kafir. Ia berpikir mengapa harus susah? Bukankah Ahab raja yang bisa mengambil kebun anggur Nabot dengan paksa? Namun Izebel juga mengerti bahwa tidak bisa semudah itu karena konteksnya adalah Israel. Israel berada di bawah pemerintahan Tuhan, Teokrasi. Raja berada di bawah hukum dan harus takluk pada hukum. Untuk itu Izebel meminta supaya dikeluarkan surat atas nama Ahab, dengan meterai raja. Di sini kelihatan siapa yang menjadi kepala keluarga. Dalam dunia berdosa, kadang hubungan suami istri menjadi tidak jelas lagi. Semenjak kejatuhan Adam dan Hawa, perempuan ingin menguasai suaminya. Posisi berubah. Ini pun terjadi pada keluarga Ahab.
Izebel mengirim surat kepada tua-tua dan pemuka Israel. Mau apa Izebel? Izebel mau minta mereka menjadi juri atas peristiwa rekaan. Seluruh kota diperintahkan untuk puasa dan Nabot harus duduk di paling depan di antara rakyat. Pada waktu, jika seluruh bangsa disuruh untuk berpuasa artinya ada dosa yang sangat berat sampai seluruh kota harus puasa. Bahkan ada yang berkabung untuk meredakan murka Tuhan dan orang yang bersalah harus dihukum. Ini dulu terjadi pada Akhan di kitab Yosua. Izebel mengerti tradisi ini dan ia memakainya. Nabot disuruh duduk di paling depan dan menjadi terdakwanya. Dua orang dursila, para penjahat yang hati nuraninya sudah mati, diminta untuk bersaksi palsu mengenai Nabot. Izebel tahu bahwa saksi harus dua orang. Orang yang satu membenarkan kesaksian yang lain. Kemudian Nabot dilempar batu sampai mati.
(Ayat 11-16) Para tua-tua dan pemuka Israel melakukan persis seperti yang diperintahkan Izebel. Mereka taat mutlak pada Izebel. Nabot difitnah kalau ia telah mengutuk Allah dan Raja. Setelah itu mereka menyuruh orang memberitahu Izebel bahwa Nabot sudah mati. Kemudian Izebel memberitahukan Ahab untuk segera merebut kebun anggur Nabot. Orang-orang sekota Nabot yang seharusnya membela Nabot, malah memfitnah dan mengeksekusi Nabot. Mereka lebih takut kepada Izebel daripada kepada Tuhan, kontras dengan Nabot yang lebih takut akan Tuhan daripada manusia.
Zaman itu, orang yang pertama kali bersaksi adalah orang yang harus pertama kali melempari terdakwa tersebut dengan batu. Itulah sebabnya Izebel memanggil dua orang dursila, yang sudah tidak memiliki hati nurani lagi, untuk dengan tega melempari Nabot sampai mati. Sebetulnya tidak ada perkara sama sekali tetapi ceritanya dibuat-buat oleh Izebel sedemikian rupa sehingga masalah Nabot menjadi masalah terbuka dan sah. Nabot mati. Ahab pun tidak peduli. Ahab hanya memikirkan keinginannya yang kini terpenuhi. Jika 1 Raja-raja 21 ini berhenti di ayat 16 ini, kita akan frustrasi. Bangsa itu begitu rusak dan seperti tidak ada hati nurani sama sekali.
Dari bagian ini kita belajar bahwa umat Tuhan harus siap mengalami ketidakadilan dalam dunia ini. Waktu umat Tuhan mempertahankan kebenaran tidak perlu heran jika hal ini akan merugikan bahkan mengancam nyawa mereka (1Ptr.4:12-13a). Nabot, umat Tuhan, waktu mempertahankan firman Tuhan, mengalami ketidakadilan dan harus mati. Ketidakadilan ini seringkali terjadi dikarenakan oleh pemerintah atau penguasa. Berulang kali Alkitab mencatat hal ini. Para nabi dibunuh oleh raja-raja yang jahat. Yohanes Pembaptis dipenggal karena Herodes mengikuti perkataan istrinya. Tuhan Yesus juga mati dibunuh karena pemerintah. Paulus pun dibunuh oleh pemerintah Roma. Berapa banyak gereja saat ini dibakar, ditutup, dianiaya? Di mana pemerintah? Ini ketidakadilan yang terus terjadi. Tetapi kita sebagai umat Tuhan memiliki contoh, Nabot. Tidak gampang menjadi umat Tuhan yang mempertahankan kebenaran. Namun puji Tuhan dalam Perjanjian Baru ada Nabot yang lain (Mat.21). Mat.26:59-61, saksi-saksi dusta bangkit melawan Tuhan kita. Nabot dalam Perjanjian Lama adalah tipologi dari Nabot Perjanjian Baru, yaitu Yesus Kristus. Kita sebagai umat Tuhan pun sama. Kalau Nabot dibegitukan, umat Tuhan dibegitukan, Tuhan pun dibegitukan, kita pun akan mengalami hal yang sama. Konflik, pergumulan, kesulitan akan dialami dalam mempertahankan kebenaran. Tuhan kita pun mengalami ketidakadilan. Ini adalah darah orang benar yang akan terkumpul sampai akhir zaman. Pada waktu murka Tuhan datang, hukuman itu akan diberikan.
Cerita ini dikembangkan oleh Narator dengan menunjukkan beberapa sudut pandang seperti sudut pandang sosial budaya, ekonomi, politik, hukum dan religi. Narator menampilkannya pertama-tama dari presfektif ekonomi (bahasa narator di sana, tukar guling (ruslah), ganti rugi, jual-beli dan pembayaran) di mana kebun anggur akan dijadikan kebun sayur oleh Ahab.
Yang berikutnya aspek budaya, di mana tanah itu adalah tanah warisan atau tanah pusaka yang diwariskan oleh nenek moyang Nabot, bukan sekedar tanah dan milik keluarga, tetapi tanah itu mereka yakini adalah tanah dari Tuhan atas pembagian harta warisan terhadap suku-suku dan perorangan. Ketika terjadi  pendudukan terhadap tanah Kanaan.
Lalu narator menampilkan aspek politik, Izebel merekayasa dan memanipulasi serta menghalalkan segala cara, ia memanfaatkan kuasa raja untuk mengambil tanah itu, sedangkan Nabot bersikukuh dari aspek budaya, sedangkan Ahab dan Izebel melihatnya dari sudut yang berbeda. Di satu sisi ada benarnya, ketika mereka memilih untuk menjadi monarki (kerajaan) maka pada prinsipnya siapapun akan tunduk kepada raja (kekuasaan raja sangatlah mutlak), di sinilah narator melihat ada tragedi yang terjadi dari dua cara pandang yang berbeda, dengan demikian Izebel berusaha merekayasa agar tanah Nabot menjadi milik raja. Pada bagian terakhir terdapat aspek religi (keagamaan) di mana di sana kita bisa melihat bagaimana pengaruh tradisi kenabian yaitu adanya penghukuman Tuhan kepada Izebel dan keturunannya. Ternyata Tuhan tidak membiarkan kesewenang-wenangan terjadi orang yang kuat mempunyai kuasa terhadap orang yang lemah/rakyat jelata. Narator menampilkan Elia  sebagai nabi yang menubuatkan penghukuman terhadap Ahab dan keturunannya. Dan Nubuat itu akan terealisasi dan diwujudkannyatakan, namun narator menampilkan sosok penyesalan Ahab, sehingga nubuat itu tidak dikenakan pada zamannya tetapi pada zaman anak dan keturunannya.

3.      Plot (Alur Cerita)
Alur atau jalan cerita yang bisa kita lihat dalam “Kebun Anggur Nabot” adalah alur cerita Maju dan mundur, hal itu bisa kita lihat dari beberapa rangkaian cerita yang situasi continuo/berkelanjutan dan ada juga yang mengalami kemunduran.
Adegan pertama        : terjadi percakapan antara Ahab dengan Nabot yang boleh dikatakan sangat alot, karena Nabot tidak memenuhi keinginan sang raja (seorang rakyat kecil yang berani mempertahankan haknya) walaupun dengan tukar guling dan uang pengganti (dibayar)
Adegan ke dua          : Ahab masuk ke istananya dengan kesal hati dan gusar, lalu berbaring di tempat tidurnya, menelungkupkan badannya dan tidak mau makan.
Adegan ke tiga           : Izebel isterinya, datang menghampirinya, menanyakann, mengapa hatinya kesal, sampai tidak mau makan. Dengan cengengnya Ahab menceritakan pembicaraannya dengan Nabot kepada Istrinya
Adegan ke empat      : mendengar jawaban Ahab, Izebel lalu berpikir picik dan licik, ia menuliskan surat atas nama Ahab, memateraikannya dengan materai raja, lalu mengirimnya kepada tua-tua dan pemuka-pemuka yang tinggal sekota dengan Nabot, untuk memaklumkan puasa dan menyuruh Nabot duduk di barisan depan, dengan mengambil dua orang dursila, sebagai saksi palsu, dengan mengatakan bahwa Nabot mengutuk Allah dan raja.
Adegan ke lima          : Hukuman kepada Nabot atas fitnahan yang ditujukan kepadanya, ia harus dihukum mati dibawa keluar kota dan dilempari dengan batu.
Adegan ke enam        : Setelah Nabot mati, mereka memberitahukannya kepada Izebel, lalu Izebel mengabarkan kematian Nabot kepada Ahab, Ahab bangun dan pergi ke kebun anggur Nabot mengambilnya menjadi miliknya.
Adegan ke tujuh        : Firman Tuhan datang kepada Elia, untuk memberitakan sabda Tuhan terhadap perilaku dan tindakan Ahab dan istrinya Izebel. Mereka akan menerima hukuman Allah, karena telah membunuh Nabot serta merampas kebun anggurnya (harta pusaka warisan nenek moyangnya) menjadi miliknya.
Adegan kedelapan    : Segera sesudah Ahab mendengar perkataan Elia, ia mengoyakkan pakaiannya dan mengenakan pakaian berkabung serta berpuasa, bahkan ia tidur dengan memakai kain kabung dan berjalan dengan langkah yang lamban, ini menunjukkan penyesalannya terhadap tindakan yang ia dan istrinya lakukan, dan sampai pada akhirnya Tuhan melihat sikap Ahab atas kerendahan hatinya, Tuhan mengasihinya dan peduli kepadanya dengan tidak mendatangkan malapetaka pada zamannya, barulah pada zaman anaknya ia akan mendatangkan malapetaka atas keluarganya. Selanjutnya pada ayat 28, dapat kita lihat alur mundur. Di mana raja Ahab berubah pikiran (bertobat) setelah bertemu dengan nabi Elisa.

4.      Karakteristik
·         Pemeran Utama
Nabot. Melihat perbuatan Nabot dalam ceritera ini dapat di katakan dia memiliki karakteristik yang teguh, setia dan percaya diri. Hal ini dapat kita lihat kesetiaanya sewaktu dia berhadapan dengan raja Ahab, di mana Ahab menginginkan kebun anggur Nabot,  namun Nabot tetap berpendirian bahwasanya tanah itu tidak boleh diperjualbelikan karena tanah itu adalah pusaka dari nenek moyangnya (ay.3).
Raja Ahab. Ahab dalam ceritera ini memiliki karakter yang kurang percaya diri (pimplan) hal ini dapat terlihat dari percakapan dia dengan Nabot, dimana dia sedang berada dalam keadaan dilematis dalam meraih kebun anggur Nabot (ay.7). Di sisi lain juga dia dapat dikatakan rendah diri (hati), di mana dia merendahkan diri setelah berdialog dengan nabi Elia setelah di utus Tuhan (ay.27). 
Izebel. Setelah membaca ceritera itu, dapat dikatakan sifat Izebel yang kontra. Artinya dia dapat dikatakan memiliki karakter enipu, pembohong juga dapat dikatakan sebagai penghianat. Hal ini semua dapat kita lihat sewaktu dia berusaha untuk mengirim surat kepada tua-tua, pemuka-pemuka serta kepada seluruh masyarakat sekota dengan Nabot dengan memateraikan surat itu atas meterai raja Ahab (ay.8).
Nabi Elia. Elia merupakan seorang nabi yang disuruh Tuhan untuk menemui raja Ahab di Samaria. Elia dalam ceritera memiliki karakter/sifat penurut, hal ini dapat kita lihat sewaktu Tuhan menyuruh dia untuk menemui raja Ahab (ay.18). Di samping itu juga karakter Elia juga dapat di katakana sebagai seorang hamba yang setia dan tulus, dimana dia melayani Tuhan dengan tidak mengharapkan apa-apa.
·         Pemeran pembantu
Orang-orang dursila. Orang dursila hampir sama dengan orang-orang jahat. Dalam hal ini jelas kita lihat karakter mereka yang jahat, di mana mereka ikut naik saksi untuk mengadili Nabot (ay.13). Di samping itu juga mereka disebut sebagai orang jahat, yaitu karena mereka ikut melempari Nabot sampai mati.
·         Pemeran figuran
Tua-tua dan Pemuka-pemuka. Dalam ceritera ini sifat mereka tidak begitu ditonjolkan, tetapi yang jelas mereka ikut mendukung untuk menjatuhkan Nabot melalui perbudakan Izebel (ay.11). Dalam hal ini karakter mereka dapat dikategorikan sifat yang bodoh, karena mereka mau diperbudak dan dibodohi oleh Izebel.
5.      Setting
Kejadian ini bermula di Samaria yaitu  (20:43) dan berakhir di kebun anggur (21:18). Semua bagian teks setuju bahwa kebun Anggur Nabot berada di Yizreel yaitu di Samaria (18a). Sementara Ahab berada di dua tempat yaitu di Samaria (4) dan di Yizreel (2). Adapun lokasi dan suasana yang terjadi di dalam cerita tersebut terjadi dalam suasana yang berpindah-pindah, dengan menunjukkan lokasi atau tempat sebagai berikut:
a.       Terjadi percakapan antara Raja Ahab dan Nabot, kemungkinan besar Nabot dipanggil oleh Raja Ahab (di luar istana), untuk membicarakan perihal kebun anggur Nabot yang berada tepat di samping Istana Raja, itu akan dijadikannya sebagai kebun sayur.
b.      Nabot pulang, lalu Ahab masuk ke istananya dengan kesal hati dan gusar (terjadi di dalam istana), lalu ia berbaring di tempat tidur dan menelungkupkan badannya dan tidak mau makan (di dalam istana).
c.       Kemudian datanglah dua orang…dst, kejadian ini terjadi di luar istana/lapangan, atas suruhan Izebel dalam suratnya lengkap dengan anda materai, kepada tua-tua dan pemuka-pemuka yang diam sekota dengan Nabot, mereka memaklumkan puasa dan menyuruh Nabot duduk di paling depan lalu menyuruh dua orang dursila (untuk bersaksi palsu).
d.      Dalam ayat 13, rakyat membawa Nabot ke luar kota, lalu melempari dia dengan batu sampai mati.
e.       Ayat 16, cerita itu kembali terjadi lagi di istana, di mana setelah Ahab mendengar Nabot sudah mati dilempari dengan batu lalu ia bangun dan pergi ke kebun anggur (terjadi di luar istana),  untuk mengambil kebun itu menjadi miliknya.

6.      Konflik
Cerita tentang kebun Anggur Nabot tersebut menggambarkan dua ide/konsep teologi  yaitu  menyangkut masalah politik “penyalahgunaan kekuasaan” (tindakan  raja) dan tentang penyataan  iman “walaupun  kejahatan lebih kuat, tetapi Tuhan adalah Penghakim yang benar”. Hal ini tentunya berangkat dari berangkat dari konflik yang berasal dari antara susunan cerita kekejaman raja (1-16) dan penghukuman nabi (17-29).  
Konflik ini berangkat dari sumpah Nabot. Dia tidak mau kebun Anggur Allah dijadikan sebagai kebun sayur. Nabot memahami ini dari sudut pandang ideologinya bahwa kebun itu adalah “harta pusaka”. Ini ada hubungannya dengan ide teologi Deuteronomistis. Ahab menginginkan kebun Anggur itu untuk dijadikan kebun sayur, sebab dia melihat perbedaan kebun sayur di Mesir dan tanah perjanjian. Keinginan Ahab yang tidak terkabulkan ini membuatnya frustasi, sehingga Izebel, istrinya mengambil inisiatif untuk mengambil ahli merebut kebun tersebut. Singkat cerita, Izebel menggunakan cara yang “kotor” untuk mendapatkan kebun tersebut.
Selain itu, cerita ini juga mengandung atas beberapa konflik:
a.      Konflik manusia dengan dirinya
Terjadi konflik batin dalam diri raja Ahab, sebagai seorang raja tentunya ia memiliki kuasa yang bisa melakukan apa saja terhadap rakyatnya, karena dengan diangkatnya ia sebagai raja itu berarti setiap orang (rakyat) harus tunduk kepadanya, siapapun mereka. Namun hal ini tidak ia lakukan karena terbentur dengan sikap Nabot yang tegas, gigih dan idealis (mempertahankan harta pusakanya) hal ini tentunya diketahui oleh Ahab (pembagian tanah pusaka kepada seluruh rakyat Israel ber suku-suku dan perorangan). Konflik batin itu nampak ketika ia kesal dan gusar, berbaring di tempat tidurnya dan tidak mau makan.
b.      Konflik manusia dengan manusia
Ini terjadi ketika istrinya Izebel mengambil inisiatif, memanipulasi hukum, administrasi, hak dan wewenang. Pada prinsipnya Ahab tahu, bahwa yang telah dilakukan oleh Izebel adalah sangat menyalahi hak dan wewenangnya sebagai raja, tetapi itu ia diamkan, ia tidak berkuasa terhadap perlakuan istrinya. Ia sangat jelas mengetahui bahwa apa  yang telah dilakukan  oleh istrinya adalah suatu kesalahan dan kejahatan yang sangat besar.
c.       Konflik manusia dengan Tuhan
Timbul penyesalan dalam diri raja Ahab atas tindakan dan perbuatannya, itu menandakan bahwa sebenarnya ia masih takut akan Tuhan, tindakannya memakai kain kabung dan berpuasa serta mengoyakkan pakaiannya menunjukkan bahwa ia masih ingin tetap di jalan Tuhan.

7.      Skopus
Jika dilihat cerita dalam 1 Raja 21:1-29, maka dapat disimpulkan bahwa Ahab sebagai raja yang melakukan sebuah kecurangan demi mendapatkan apa yang diinginkan dari rakyatnya dan istrinya juga melakukan tindakan manipulasi. Raja Ahab dan istrinya telah menggunakan otritasnya sebagai raja untuk mengambil tanah atau hak milik orang lain atas rakyat jelata seperti Nabot.
Sifat Nabot dalam cerita digambarkan sebagai sebagai seorang rakyat yang memiliki karakter  yang tegas, teguh berpendirian dan tetap mempertahankan apa yang menjadi hal hak miliknya. Satu hal yng menonjol dari cerita ini adalah sifat Nabot yang walaupun dia adalah seoang rakyat biasa, tetapi berani dan rela mati demi mempertahankan apa yang menjadi miliknya sebagai pusaka dalam keluarganya.
Tetapi dengan kejahatan yang Ahab lakukan, ia telah mencelakan dan memperbudak dirinya sendiri. Nabi Elia juga turut ambil bagian dalam cerita ini, di mana nabi Elia mengingatkan Ahab dan Tuhan menjatuhkan hukuman kepada keturunan Ahab dengan medatangkan malapetaka terhadap keturunannya itu. Dalam hal ini, Tuhan menegaskan bahwa setiap apa yang telah diterima manusia adalah hasil dari apa yang telah ia perbuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar