Seorang laki-laki yang kalah dan selalu kalah

Rabu, 05 Desember 2012

DEFENISI / ARTI TEOLOGI PASTORAL


Arti Penggembalaan
Istilah “Pastoral” atau “Penggembalaan” dalam tradisi Protestan dipakai dalam dua pengertian, yaitu:
Sebagai kata sifat dari kata benda “Pastor” atau “Gembala”. Fungsinya mengikuti profesinya, sehingga apapun yang dilakukan pastor/gembala adalah tindakan penggembalaan.
Berasal dari istilah Yunani “poimen” yang artinya memelihara ternak. Istilah poimeniscs muncul bersamaan dengan sederet fungsi penting lain dari pendeta dan gereja seperti: kateketik, homiletik, dan lain-lain.
Arti Teologi Pastoral
Teologi Pastoral didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan dan penyelidikan teologis yang mengarahkan perspektif penggembalaan kepada semua kegiatan dan fungsi Gereja dan Pendeta dan kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan teologis dari refleksi pada pengamatan-pengamatan ini. Defenisi ini mengandung beberapa pengertian pokok, yakni:
·          Teologi Pastoral dihasilkan oleh penyelidikan dari perspektif penggembalaan sebagai suatu “perspektif” relasional.
·          Teologi Pastoral adalah sebuah cabang teologi dalam pengertian yang sebenarnya. Ia memiliki otonomi walaupun tentunya saling berhubungan dengan cabang yang lain (Biblika, dll).
·          Teologi Pastoral adalah sebuah cabang teologi yang berpusat pada aktifitasnya atau fungsinya dan bukan pada cabang teologi yang berpusat pada logika.
·          Teologi Pastoral bersifat sistematis, tetapi prinsip-prinsip di sekitar system itu disusun dengan bersifat perspektif penggembalaan.
·          Teologi Pastoral memungkinkan untuk penggunaan suatu metode dalam hubungan hal itu yang konsisten dengan patokan-patokan dari segala metode teologi kritis.
Adapun hal-hal yang perlu dihindari oleh Teologi Pastoral, antara lain:
§          Teologi Pastoral bukan hanya sekedar praktik dari apapun. Setiap studi yang hanya berkaitan dengan praktik saja jika gagal menjadi teori yang mendasar bukan teologi pastoral.
§          Teologi Pastoral bukan sekedar merupakan teologi yang diterapkan.
§          Teologi Pastoral bukan hanya psikologi pastoral atau sosiologi pastoral di bawah nama baru.
§          Teologi Pastoral bukan, seperti kadang-kadang dianggap pada masa lalu, teori dari segala fungsi dan kegiatan dari pastoral dari gereja.
§          Teologi Pastoral bukanlah sebagai jembatan bagi bidang-bidang studi teologi yang terorganisir dan bukan hanya merupakan kegiatan dan fungsi dari pastoral dan gereja.
Teologi Pastoral merupakan salah satu disiplin teologis yang secara prinsip memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang “pastoral”. Adapun yang dimaksud dengan hal-hal pastoral mengacu pada dua hal, yaitu:
1)       Refleksi praksis pelayanan Kristen.
2)       Refleksi pada Teologi Pastoral secara kritis.
Menurut Seward Hiltner, bahwa Teologi Pastoral adalah pedoman acuan bagi disiplin teologis lainnya. Sehingga Teologi Pastoral dapat dikatakan sebagai “Cabang teologi yang berfokuskan pada operasi dan yang diawali dengan pertanyaan-pertanyaan teologis dan diakhiri dengan jawaban-jawaban teologis...”.
Lalu muncul pertanyaan: “Siapakah yang melaksanakan Teologi Pastoral?”
Jawabannya adalah para Teolog Pastoral yang mana mereka memberikan tanggapan-tanggapan sebagai berikut:
§          Teologi Pastoral adalah keahlian melayani. Sifat “teologis”nya hanya dalam artian umum, yaitu bahwa semua kegiatan pastoral berkaitan dengan iman dan Allah.
§          Teologi Pastoral sebagai studi mengenai praktik pelayanan pastoral yang berkaitan dengan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan pelayan professional.
§          Teologi Pastoral sebagai “teologi terapan”, yang memiliki arti sedikit pragmatis yaitu mendayagunakan pemahaman-pemahaman teologis, yang disediakan oleh teolog-teolog, dalam pelaksanaan pelayanan pastoral. Sehingga keberadaan Teologi Pastoral hanya sekedar “alat untuk menerapkan pemahaman-pemahaman teologis”.
§          Teologi Pastoral sebagai usaha mengkomunikasikan Injil atau kebenaran-kebenaran teologis, sehingga Teologi Pastoral disamakan dengan salah satu fungsi pelayanan pastoral (misalnya, berkhotbah).
§          Teologi Pastoral merupakan tuntutan teologi yang mana merasa tidak lengkap jika tidak dilaksanakan dalam hubungan langsung dan terus-menerus dengan pelayanan pastoral.
Dalam Teologi Pastoral terdapat Pendampingan Pastoral, yang mana artinya: suatu profesi pertolongan; seorang pendeta atau pastor mengikatkan diri dalam hubungan pertolongan dengan orang lain, agar dengan terang Injil dan persekutuan dengan Gereja Kristus dapat bersama-sama menemukan jalan keluar bagi pergumulan dan persoalan kehidupan dan iman.
Pendampingan pastoral berhubungan dengan manusia tidak perduli macam kepercayaannya, kedudukan sosialnya, atau prestisenya. Suatu pendampingan yang ditujukan pada kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam segala perjalanan hidup ini; dari seorang tukang-batu sampai kepada insinyur bangunan, dari seorang juara olahraga sampai kepada orang yang cacat, dari seorang anak sekolah dasar sampai kepada kakek-kakek dan nenek-nenek. Apakah mereka sedang dalam keadaan kesehatan fisik yang prima atau keadaan sakit yang tidak bisa disembuhkan, dalam keadaan sukacita atau sedih, dalam keadaan yang menggembirakan atau menggelisahkan – selalu ada saja kemungkinan bahwa layanan pastoral itu dibutuhkan.
Pendampingan pastoral tidak bisa dihayati dengan hanya belajar tehnik-tehniknya saja. Seorang harus juga mempelajari manusia yang terlibat dalam pendampingan pastoral dan relasi diantara mereka itu. Selanjutnya, karena pendampingan pastoral itu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keyakinan agamais tertentu, maka seorang gembala atau majelis dan orang-orang yang terlibat dalam pendampingan pastoral harus belajar agama dengan baik, dalam hal ini Kristen, sebagaimana agama itu berfungsi di dalam dan melalui orang-orang yang terlibat dalam pendampingan pastoral itu di dalam relasinya satu sama lain.
Psikologi mempelajari tentang tingkah-laku manusia, agama menyediakan pengharapan kepada manusia sebagaimana mereka ada. Psikologi memusatkan perhatiannya pada relasi antar manusia sebagaimana adanya, sedangkan agama memberikan inspirasi dan motivasi kepada manusia untuk mengubah dan memperbaiki kondisi mereka yang berdosa.
Didukung oleh psikologi dan agama, pendeta/majelis/pekerja pastoral bergerak ke dalam arena relasi dan menjadi peserta aktif. Layanan pastoral memang suatu keterlibatan, keterlibatan dalam relasi/hubungan antar manusia.
Mengapa Pendampingan Pastoral?
Jikalau ada orang yang melayani orang lain yang mengalami kesukaran atau musibah, biasanya orang lain menganggap hal itu memang selayaknya harus dilakukan, dan kalau toh orang yang melayani atau menolong itu dihargai, maka dia dinilai sebagai orang yang baik. Jarang sekali ada orang yang menanyakan alasannya atau dasarnya mengapa seseorang mau melayani orang lain.
Bagi orang Kristen panggilan untuk saling melayani dasarnya bukan karena orang Kristen itu baik, namun sebenarnya ada alasan yang azasi dari Tuhan yang melandasi panggilan itu, Yesus berkata: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi. (Yoh.13:34)”.
Mencari makna adalah dasar dari kehidupan. Perintah Baru – Supaya kamu saling mengasihi dan pemenuhannya menjadi makna bagi orang beragama. Barangkali hal inilah yang menjadi jawab untuk banyak orang yang sering bertanya tentang tujuan hidup itu apa. Pertanyaan yang masih muncul adalah: “Mengapa kita harus memperhatikan orang lain, atau prihatin terhadap orang lain?” “Mengapa kita harus mengasihi orang lain?”. Kita mengasihi karena kasih itu adalah suatu makna hidup; prihatin itu adalah makna, dan melayani juga suatu makna.
Mengapa dokter, perawat, pendeta, pekerja sosial dan teman-teman kita berusaha mencari kesempatan untuk melayani orang lain? Mereka melayani orang lain, karena melalui melayaninya, kehidupan mereka menemukan makna yang baru. Melayani orang itu sudah ada sejak manusia itu ada di dalam dunia ini. Dengan Yesus hal itu mengambil bentuk suatu PERINTAH MENGASIHI ALLAH DAN SESAMA; tidak hanya terbatas kepada beberapa manusia yang menyukai kita saja, atau keluarga kita, tetapi lebih luas dari semua itu.
Jadi mengasihi orang lain di luar lingkungan terbatas kita, bahkan mengasihi musuh adalah perintah Kristus yang menjadi kabar baik bagi dunia ini. Inilah perintah baru yang perlu dilaksanakan, agar dunia kita menerima bentuk baru yang sangat didambakan itu (Luk.6:27, 32-36). Berulang-ulang Yesus menghidupkan perintah itu, mendemontrasikan, mempribadikannya, memberinya “tulang” dan “daging” dan meniupkan “nafas” kehidupan ke dalamnya (Luk.10:25-37).
SEJARAH PERKEMBANGAN TEOLOGI PASTORAL
Perkembangan teologi pastoral Protestan dimulai pada zaman reformasi Jerman yaitu ketika perhatian atas cure of soul muncul. Jalan pikiran orang-orang Protestan mula-mula adalah bahwa sakramen pengampunan dosa merupakan pemahaman yang keliru dimana dalam anggapan jemaat, perbuatan yang diperlihatkannya setelah pengakuan dosa merupakan hal yang menyenangkan hati Allah dan menyebabkan ia diampuni. Sedangkan bagi pendeta, jabatannya memberikan kekuasaan untuk memberi pengampunan atau tidak atas nama Allah. Keberatan Luther bukanlah terhadap pengakuan dosa atau absolusi yang seperti itu, melainkan terhadap pengendalian manusia atas Allah. Menurut orang-orang Reformasi gereja di dunia harus dimengerti terutama sebagai “kumpulan orang-orang percaya”, yang karena anugerah Allah tentu akan saling memperhatikan: memuji Allah, saling menjaga dan menolong serta mewartakan Firman itu kepada sesama manusia. Jadi jiwa manusialah yang diperhatikan dalam gereja. Sehingga ada kesimpulan dari Pauck tentang hakikat Protestanisme adalah: suatu sikap rohani, yang berakar dari iman yang hidup bahwa Allah telah menjelma di dalam Yesus dari Nazaret dan menyatakan diriNya pada hidup dan pikiran yang baru yang mencerminkan imannya sebagai suatu pewartaan akan kemuliaan Allah yang melampaui segala keterbatasan dan kecukupan manusia.
Awal-awal Abad Protestanisme
Penggunaan istilah Teologi Pastoral pertama kali di dalam Protestanisme baru muncul pada abad ke 18. Secara historis, perhatian yang diberikan kepada teologi pastoral hanya terjadi pada periode seratus lima puluh tahun, dan baru secara penuh diakui sebagai ilmu kurang dari seabad lamanya. Sejarahnya dikaitkan dengan Seelsorge atau pemeliharaan dan penyembuhan jiwa-jiwa. Sebagian besar dari Seelsorge ditujukan bagi “disiplin” dan bukan bagian langsung dari Teologi Pastoral, walaupun merupakan fungsi yang penting dari gereja dan pendeta.
Pada abad ke-16 terhadap teologi Pastoral adalah dicurahkannya perhatian pada sikap dan motivasi. Penggembalaan pertama-tama membutuhkan seorang gembala Kristen dengan segala konsekuensinya. Gembala harus lemah lembut dan peka terhadap orang yang membutuhkan kepekaan, meskipun ia bersikap keras terhadap orang yang berada dalam situasi lain.
Pada abad ke-17 Richard Baxter dalam bukunya yang berjudul “The Reformed Pastor” (Gembala yang diperbaharui) menuntut perasaan tanggung jawab pendeta terhadap jemaatnya. Pendeta yang tidak memiliki perasaan yang bertanggung jawab dikecamnya dengan keras. Namun ada titik kelemahan dari Baxter yaitu berpindah kepada segala situasi dengan sikap mampu menjawab kebutuhannya misalnya penggembalaan, kadang pengajaran; pada saat yang lain teguran atau koreksi.
Protestanisme Pada Abad-abad Permulaan
Fakta yang menonjol tentang penggembalaan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 adalah pengaruh dari Pietisme. Sebagian orang-orang pietis dan evangelis menilai penting pelayanan pastoral tetapi mereka merasa harus mempertentangkannya dengan teologi ketika mereka melakukannya. Pada tahun Koster membagi “ilmu pastoral” menjadi 4 fungsi: Liturgi, Seelsorge, Homiletika, dan Kateketik. Sheedd dari Auburn dan Union Theological Seminaries, memandang teologi pastoral sebagai studi atas perkunjungan, pengajaran, kehidupan pribadi, doa dan akal budi dari pendeta.
Teologi Pastoral Pada Abad Ini
Karya yang paling populer dan paling berpengaruh pada pergantian abad ini adalah The Cure of Soul (Penyembuhan jiwa-jiwa) oleh John Watson, yang pertama kali disajikan di Yale. Watson dengan semangat mengikuti model “Petunjuk dan Bantuan” dan menunjukkan keahlian dan kepekaannya, namun kurang memperhatikan teori sistimatis.
Masalah besar ke-Kristenan Eropa pada saat sekarang adalah ketentuan dan penjagaan keunikan iman terhadap musuh-musuh sosial baru serta ancaman perpecahan. Oleh karena itu suasana hubungan dengan “psikologi modern” menjadi kurang positif. Injil sosial telah meletakan fondasi untuk teologi pastoral dengan perhatiannya terhadap sikap lembaga-lembaga ini pada kehidupan manusia dan perhatian injil pada relasi lembaga maupun pribadi. Karena penggembalaan lebih dari relasi antar pribadi dan bergerak ke arah kehidupan kelompok-kelompok yang terorganisir, maka pemisahan pietistis bidang-bidang rohani dari semua dimensi kehidupan manusia menjadi tidak mungkin lagi.
Anton T. Boisen memberikan sumbangan besar kepada kesuburan teologi pastoral yang baru pada abad ini. Dalam mempelajari “vocabulary pastoral” (living human documents), bahkan kasus-kasus orang sakit jiwa pun, demikian ditegaskan, orang tidak semata-mata mempelajari psikolog atau psikiatri, tetapi juga teologi. Sebab hanya melalui pengalaman-pengalaman yang demikian, pandangan-pandangan religius yang hebat telah muncul di dalam nabi-nabi dan orang-orang mistik di masa lalu.
PASTORAL GEREJA SEKARANG DAN ARAHNYA MENUJU ABAD XXI
Ada banyak terjadi pergumulan dan ketegangan antara penggunaan ilmu psikoterapi di satu pihak dengan penggunaan ilmu theologia di pihak yang lain. Tokoh-tokoh pastoral seperti Seward Wiltner, Wayne Oates, Paul Johnson, Caroll Wise, dan kemudian Howard Clinebell telah berusaha untuk menekankan unsur teologi dan tradisi gereja di dalam membentuk pendirian dasar pelayan pastoral saja.
Clinebell dalam bukunya yang sangat terkenal dan yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa, termasuk bahasa Indonesia “The Basic Types of Pastoral and Counseling” menunjukkan kecondongan-kecondongan berikut:
1).         Konseling sebagai satu-satunya paradigma bagi pelayanan pastoral gereja.
2).         Suatu perpindahan dari pemusatan kepada hanya krisis dan masalah, pastoral gereja juga bisa melihat yang positif dan pembinaan (nurturing) dari kegiatan yang berkelanjutan.
3).         Suatu penekanan baru pada pentingnya tradisi theologia Kristen bersama dengan keprihatinan pada spiritualitas dan etika sebagai suatu sumber dan elemen kritis dalam pastoral gereja.
4).         Adanya penekanan baru pada komunitas Kristen sebagai konteks pelayanan pastoral dan peranan orang awam sebagai partisipan aktif pelayanan pastoral berbeda dengan masa lampau yang memisahkan orang awamhanya sebagai obyek pelayanan psikoterapi dari para pendeta.
5).         Suatu penekanan baru pada konteks sosial dan politik yang lebih luas dan implikasinya terhadap pelayanan pastoral.
Pada era Post-Modern ini, pastoral gereja terancam untuk tidak setia lagi kepada doktrin atau aturan-aturan gereja Kristen, karena penyelesaian masalah pastoral selalu akan dikaitkan dengan konteks, bukan mencari benar atau salah, baik atau jahat, tetapi apakah penyembuhan itu cocok atau tidak cocok dengan konteksnya.
Lihat Yohanes 8:2-11
§ Pelecehan terhadap perempuan
§ Penolakan terhadap hukum Yahudi secara halus
§ Poros tengah (pihak ketiga)
Dengan demikian terdapat bukti bahwa perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, mempengaruhi juga perkembangan pastoral gereja di masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Kalau demikian sebagai petugas pastoral kita hendaknya selalu tanggap terhadap perubahan. Namun, perlu diingat bahwa pastoral gereja harus lebih kritis dalam menanggapi perubahan yang terjadi di dalam masyarakat agar pastoral gereja tetap unggul dan relevan dalam usahanya melayani umat.
Perspektif-perspektif
Ada dua perspektif yang bersumber sama dengan penggembalaan yaitu: “pengkomunikasian” dan “pengorganisasian”. Kedua hal perspektif tersebut sama-sama memiliki dimensi vertikal: Allah – Manusia, dan dimensi horizontal: Manusia-manusia.
§             Pengkomunikasian Injil
Sebagai suatu perspektif dari karya pendeta dan gereja, pengkomunikasian berhubungan dengan tujuan fungsional dalam meresapkan firman ke dalam akal, hati dan kehidupan manusia, secara individual maupun kelompok, barapapun tingkat pemahaman yang telah mereka miliki. Jadi pengkomunikasian berhubungan dengan pribadi-pribadi maupun jemaat, dengan orang dalam maupun di luar iman atau Gereja. Pengkomunikasian berhubungan dengan Firman atau Injil atau pesa kristiani. Fokusnya tidak sekedar terletak pada kebenaran yang umum, bagaimanapun benarnya, tetapi pada “kebenaran yang menyelamatkan”, pada kebenaran pesan Injil.
§             Pengorganisasian Persekutuan
Pengorganisasian yang dimaksud adalah perspektif atas karya pastor dan gereja yang menyatukan persekutuan dan yang bukan persekutuan. Pengorganisasian mempunyai dua aspek operasional atau dua tahap yaitu:
Pemusatan atau dalam contoh teori lapangan kita, berusaha agar lapangan dapat difokuskan atas persekutuan manusiawi.
Mempengaruhi atau dipengaruhi oleh hubungan persekutuan sebagai fokus lapangan, yaitu dunia dengan segala aspeknya.
§             Sang Gembala
Sebagai perspektif karya-karya pastoral, maka penggembalaan harus dipandang sebagai satu kesatuan. Pusat dari isi penggembalaan adalah kerinduan gembala akan kesejahteraan domba. Sikap gembalalah yang paling mendasar dan tidak berubah-ubah dari satu situasi ke situasi lainnya, meskipun sikap itu diungkapkan dalam bentuk yang berbeda-beda. Penggembalaan menjadi perspektif dominan di dalam pekerjaan si gembala maka terjadi kombinasi dari sikap-sikap yang khusus si gembala dan jemaat serta hubungan antara keduanya. Jadi bukan semata-mata dalam sikap dan kehendak gembala.
PENTINGNYA TEOLOGI PASTORAL
Secara tradisional fungsi pastoral ada empat, seperti yang diuraikan oleh William A.Clebsch dan Charles R.Jaekle di dalam bukunya yang berjudul Pastoral Care in Historical Perspective.  Keempat fungsi pastoral itu adalah:
1.         Penyembuhan (healing)
Yang dimaksud dengan penyembuhan adalah salah satu fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntu dia ke arah yang lebih baik daripada kondisi sebelumnya.
2.         Penopangan (sustaining)
Penopangan berarti, menolong orang yang “terluka” untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang di dalamnya pemulihan kepada kondisi semula atau penyembuhan dari penyakitnya tidak mungkin atau tipis kemungkinannya.
3.         Pembimbingan (guiding)
Pembimbingan, berarti membantu orang-orang yang kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan berbagai pikiran dan tindakan alternatif, jika pilihan-pilihan demikian dipandang sebagai yang mempengaruhi keadaan jiwanya sekarang dan yang akan datang.
4.         Pendamaian (reconciling)
Pendamaian, berupaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan Allah. Secara tradisi sejarah, pendamaian menggunakan dua bentuk-bentuk pengampunan dan disiplin, tentunya dengan didahului oleh pengakuan.
Fungsi Pastoral
Ekspresi Historis
Ekspresi Konseling Kontemporer
Penyembuhan
Pengurapan, eksorsisme orang suci, reliks, penyembuh kharismatik
Depth Counceling (Psikoterapi) penyembuhan spiritual
Penopangan
Pengawetan/pemeliharaan penghiburan, konsolidasi
Konseling pendukungan, konseling krisis
Pembimbingan
Pemberian-nasihat, devil-craft, mendengarkan
Konseling edukatif; pengambilan keputusan jangka-pendek; konseling Perkawinan
Pendamaian
Pengakuan, pengampunan disiplin
Konseling konfrontasi; konseling superego, konseling perkawinan konseling eksistensial (rekonsiliasi dengan Allah)

Pendampingan Pastoral Holistik
Layanan holistik harus dilakukan karena, pada dasarnya layanan seperti itu dilakukan oleh Yesus sendiri. Dengan cara merendahkan diri sebagai hamba serta mengasihi, Yesus menjadikan layananNya bersifat utuh. Yesus tidak hanya memperhatikan hal-hal spiritual saja, melainkan hal kebutuhan fisik juga. Misalnya Yoh.6:1-15; Mat.14:13-21; Mark.6:32-44 dan Luk.9:10-17. Dikatakan dalam Yoh.6:2, orang banyak berdatangan mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakanNya terhadap orang-orang sakit. Dan di Yoh.6:5, Yesus ingat akan banyak orang itu membutuhkan roti, kebutuhan jasmaniah pengikutNya. Dalam layananNya Yesus selalu memperhatikan kebutuhan manusia secara utuh.
Tidak hanya kebutuhan fisik saja yang termasuk perhatian Yesus, Dia juga memperhatikan kebutuhan mental manusia (Luk.11:14). Dia tidak senang melihat manusia terganggu jiwanya, sebab itu Dia menyembuhkannya. Dalam menyelesaikan masalah-masalah dosa, Yesus tidak begitu saja menghukum, bahkan Dia sangat memperhatikan hubungan sosial dari orang-orang yang terlibat dalam dosa. Contoh yang baik dari hal ini adalah pada saat Dia menyelesaikan masalah dari perempuan yang kedapatan berbuat zinah (Yoh.8:1-11). Dia menggunakan struktur sosial menjadi alat penyelesaian terhadap orang-orang yang merasa dirinya tidak berdosa.
Dalam hubungannya dengan penggunaan Firman Tuhan sebagai sumber agamais dalam proses menolong. Yesus memberikan perumpamaan yang secara implisit menunjukkan bahwa Firman Tuhan itu bisa tertanam baik di dalam hati manusia, kalau keadaan hati manusia itu tidak diganggu oleh “kekerasan hati”, “masalah kehidupan”, “kekhawatiran terhadap lingkungan” dan “hambatan fisik”. Dengan demikian dalam proses layanan pastoral sangat dibutuhkan keterampilan penolong dalam hal “diagnosa”. Diagnosa yang dimaksud adalah “diagnosa” pastoral yang sifatnya holistik. Setiap kali kita menjumpai suatu pelayanan, maka layanannya harus didekati secara holistik, artinya memandang pribadi yang menghadapi masalah itu tidak secara terpecah-pecah, tetapi harus didekati sebagai kesatuan, keutuhan – yaitu secara fisik, mental, sosial dan spiritual.
PENDAMPINGAN PASTORAL & TANTANGANNYA
Tujuan dasar pendampingan pastoral adalah: membantu orang untuk mengenal kasih sebagai suatu hal yang diterima maupun diberikan. Sehingga Kepemimpinan dalam pendampingan pastoral seharusnya memampukan orang-orang lain untuk mendaya-gunakan bakat-bakat kepemimpinan mereka pada saat-saat yang tepat. Gereja perlu berusaha menemukan siapa di antara anggotanya yang mempunyai bakat-bakat kepemimpinan seperti itu, lalu mendorong mereka untuk mengembangkan bakat-bakatnya dan untuk menyumbangkan jasanya kepada sesama.
PANGGILAN DAN PELAYANAN
Konteks panggilan kita adalah dunia yang penuh dengan harapan dinamis, dimana kebaikan Allah yang kreatif dapat ditemukan. Panggilan untuk melayani dapat mengambil bermacam bentuk tapi semuanya dilaksanakan dan dikembangkan di sekitar satu tema pusat “penghambaan”. Istilah “pelayanan” adalah tugas melayani orang yang akan atau sedang makan. Tema “penghambaan” dalam kehidupan dan ajaran Yesus tak dapat sepenuhnya dilaksanakan oleh Gereja yang menyatakan dirinya sebagai pengikut Yesus karena kerendahan hati, namun hal ini tidak dapat dilembagakan.

PROFESI, FUNGSI DAN PERANAN
J.D.Glasse menegaskan bahwa ciri profesionalisme adalah ciri-ciri pelayanan Gereja. Bukan hanya karena sudah lama pelayanan gereja dipandang sebagai suatu profesi tetapi juga karena profesionalisme secara fungsional memang cocok dengan tugas itu. Disebutkannya lima ciri pelayanan gereja yang juga dimiliki profesi lain: Pendidikan, Keahlian, Terkait dengan suatu lembaga, Tanggung jawab, Dedikasi.
Dalam fungsi pendampingan pastoral ciri-ciri ini tampak dalam: pengetahuan atau pendidikan teologis dan psikologis yang digunakan untuk mengembangkan keahlian-keahlian pastoral khusus dalam kaitannya dalam pelayanan (lembaga) gereja.
Namun secara paradoksal, dedikasilah yang menjamin terjaganya batas-batas hubungan antara si pelaksana profesional dan kliennya agar tidak jatuh ke dalam keterlibatan di luar batas dan dedikasi pula yang menjamin terjadinya kerjasama.
Salah satu sebab dari hilangnya efektifitas gereja dalam masyarakat modern adalah karena gereja sudah terjebak dalam kemapanan bentuk lembaganya yang semakin problematik.
Menurut Campbell, ada tiga pendekatan sosiologis atas profesi, yaitu:
§             Pendekatan ciri-ciri
Menurut pendekatan ini, ciri khas yang menjadi identitas suatu profesi adalah:
a)  Sekumpulan pengetahuan dan keahlian yang terkait, yang membutuhkan periode pendidikan dan latihan yang lama.
b) Si Calon Pelaksana menjalani tes pengetahuan dan kemampuan sebelum diperkenankan melaksanakan profesi tersebut.
c)  Ada supervisi dan penerbitan kerja.
d) Ketaatan pada kode etik yang menunjang kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri.
§             Pendekatan fungsional
Salah satu cara dalam menentukan kriteria yang lebih tepat ialah dengan memperhatikan fungsi-fungsi sosial yang dilaksanakan oleh profesi-profesi yang muncul. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sehubungan dengan mengendornya kesetiaan pada suku atau ikatan pada keluarga.
§             Pendekatan pergulatan
Pendekatan ini mengkritik dua pendekatan sebelumnya sebagai pendekatan-pendekatan idealistis dan a-historis.
PERANGKAP PROFESIONALISME
Profesionalisme bagaikan suatu perangkap yang menjauhkan si Penolong maupun si Klien dari kemungkinan-kemungkinan pelayanan secara penuh. Perangkap ini meliputi: Ketiadaan hubungan yang timbal balik atau mutualisme, Distribusi kuasa yang tidak seimbang, Intelektualisme, Pengabaian dimensi komunal, Resistensi terhadap perubahan sosial.
Perangkap ini harus dihindari yaitu dengan cara menggantikannya dengan struktur-struktur yang kualitasnya berbeda. Disini kita butuh struktur kebebasan yang tepat bagi pendampingan pastoral. Untuk ini kita membutuhkan: Kasih yang fisik, Kasih yang memungkinkan atas diri seseorang sesuai dengan pengertian-pengertiannya, Klien dan orang-orang disekitarnya dikonfrontasikan dengan kasih. Jadi dari kasih, muncul beberapa struktur yang akan membebaskan pendampingan pastoral menjadi profesi yang sejati.
MENEROBOS BATAS PROFESIONALISME
Melepaskan diri dari perangkap profesionalisme dalam pendampingan pastoral, bukan berarti mencampakkan semua pengetahuan yang telah diperoleh melainkan untuk mencegah agar konseling yang dilakukan petugas gerejani tidak menjadi hal yang normatif bagi pendampingan pastoral.
Untuk menjadi profesional dalam pendampingan pastoral, orang Kristen perlu meningkatkan kemampuannya dalam mengenal dan mengungkapkan kasih, yaitu keseluruhan kasih yang kompleks, mulai dari ungkapan fisik dan emosional sampai pada sifat-sifat yang misterius dan transeden.
KESAKSIAN KOMUNITAS DAN PELAYANAN
Pendampingan pastoral dilaksanakan di dalam dan oleh Gereja yang berada di dalam dunia tapi tidak dari dunia. Dengan demikian, kesetiaan kepada Allah harus lebih tinggi dari kesetiaan bagi dunia. Konteks pendampingan pastoral bukan saja pada lembaga Kristen (jemaat Kristen) secara eksklusif saja, tetapi juga bukan saja kepada lembaga sekular saja (masyarakat). Karena itu adalah penting untuk mengaitkan pendampingan pastoral dengan seluruh kehidupan gereja di dalam tugas: Bersaksi (Marturia), Bersekutu (Koinonia), dan Melayani (Diakonia).
PELAKSANAAN PELAYANAN PASTORAL
1).         Disiplin Pelayanan Jasmaniah
Kasih diterima melalui suara, ekspresi wajah dan mata, kehangatan tubuh sesama dan kesejukan sentuhan.
2).         Menceriterakan dan Mendengarkan kisah-kisah
Karena harus mendengar kisah kenang-kenangan yang tidak berkesudahan, sering dianggap cengeng, penuh dengan luka batin maka seringkali pendampingan pastoral jadi melelahkan dan membosankan. Disinilah disiplin perlu berperan, karena partisipasi dan tanggapan pendengar dalam kisah dapat membantu klien untuk bercerita lebih mendalam dan mengarahkannya menuju rekonsiliasi atau pemahaman yang lebih baik.
3).         Hasrat dan Kebenaran
Kehadiran fisik dan proses mendengarkan kisah di dalam pendampingan pastoral jarang berlangsung secara pasif, non-direktif, atau menerima dalam arti tanpa konfrontasi sama sekali.
MENEROBOS BATAS PROFESIONALISME
Profesionalisme pada dasarnya, mempertahankan status-quo lembaga-lembaga, menjaga keteraturan dalam kehidupan sosial, memelihara keteraturan sosial yang sudah familier, dan menyediakan perlindungan yang aman bagi mereka yang ingin mempraktekkan profesinya. Pendampingan pastoral harus mampu menyingkirkan hal-hal semacam itu bila kebenaran menuntutnya atau bila kasih membawanya ke jalan yang berbeda. Pendampingan pastoral tidak menemukan rasa aman di dalam perlindungan tembok-tembok kota. Pendampingan pastoral juga harus pergi ke hutan-rimba atau tempat-tempat yang belum dikenal, jika memang kesana Roh Allah memanggil.
TEORI DAN PRAKTEK KONSELING PASTORAL
a).       Pemahaman Konseling Pastoral
§             Apakah sebenarnya penggembalaan atau pastoral itu?
§             Lalu apakah sebenarnya konseling dan konseling ;pastoral itu?
1).         Pastoral
Istilah “Pastor” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai gembala. Karena itu, pelayanan ini kerap disebut dengan penggembalaan.
Lalu apa “Pastoral” itu?
Pastoral itu adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencari dan mengunjungi anggota jemaat satu-persatu terutama yang sedang bergumul dengan persoalan-persoalan yang menghimpitnya.
Berdasarkan hal tersebut, kita melihat beberapa pokok penting, yaitu:
·                Mencari dan mengunjungi
Pastoral adalah pelayanan yang dilakukan untuk mencari dan mengunjungi jemaat. Dikunjungi, karena mereka jarang hadir dalam kegiatan atau persekutuan jemaat. Dicari, berarti kunjungan yang dilakukan itu untuk mencari dan menemukan penyebab atau alasan ketidakhadiran mereka.
·                Satu-persatu
Pastoral adalah pelayanan yang ditujukan kepada satu-persatu jemaat, terutama yang mengalami pergumulan hidup. Mereka ini perlu mendapat perhatian yang baik, tidak diabaikan, dan tidak dilalaikan seperti domba-domba yang dikisahkan dalam Yeh.34. Satu-persatu diperhatikan sungguh-sungguh, tidak boleh ada yang hilang.
·                Sedang bergumul
Pastoral adalah pelayanan yang diberikan kepada jemaat yang sedang bergumul. Umumnya, jemaat yang kerap bermasalah adalah mereka yang jarang atau kurang peduli dengan kegiatan kejemaatan (gereja).
·                Firman Tuhan
Pastoral adalah layanan yang diberikan untuk memberitakan firman Tuhan kepada mereka yang sedang bergumul.
·                Iman
Iman adalah kepercayaan dan keyakinan yang kuat kepada Tuhan yang berkuasa, besar, perkasa, dan yang mampu menyelamatkan serta membebaskannya dari belenggu dosa.
2).         Konseling
Kata konseling mengandung arti membimbing, mendampingi, menuntun, dan mengarahkan. Karena itu, konseling adalah pelayanan yang menolong jemaat yang dilakukan dalam bentuk komunikasi.
Oleh karena itu, kita melihat beberapa poin penting:
§             Menolong
Konseling adalah sebuah proses percakapan untuk menolong Konsele yang bermasalah.
§             Percakapan
Proses menolong itu dilakukan melalui kegiatan percakapan. Percakapan tersebut bukan percakapan biasa. Tetapi sebuah percakapan interaktif, komunikatif, timbal balik, dan mendalam.
§             Mengarahkan
Melalui percakapan itu, Konselor mendampingi, membimbing dan mengarahkan Konsele. Konselor tidak mendikte, memaksa atau menghakimi Konsele. Setelah Konsele menemukan masalahnya, Konselor membantunya untuk menemukan alternatif-alternatif solusi.
§             Perubahan Sikap dan Perilaku
Hasil terbaik sebuah konseling diukur dari perubahan Konsele. Artinya, ada kesadaran muncul bahwa problem terjadi karena adanya sikap, pandangan, pemahaman, perilaku, dan perbuatan yang perlu diubah.
3).         Konseling Pastoral
Konseling Pastoral adalah hubungan timbal-balik antara hamba Tuhan sebagai Konselor dengan Konselenya. Hubungan timbal-balik yang dimaksud adalah suasana percakapan yang ideal sehingga mencapai tujuan dengan kekuatan Tuhan. Melalui percakapan itu, Konselor mendampingi, membimbing, dan mengarahkan Konsele untuk menemukan solusi.
Dari rumusan tersebut, hal yang penting diperhatikan antara lain:
a).       Konseling pastoral merupakan tugas yang sangat penting dilaksanakan oleh gereja. Jemaat yang bermasalah adalah domba-domba milik Kristus. Sebagai orang yang sudah dipercayakan Kristus, kita perlu menggembalakan mereka.
b).       Konsele yang bergumul perlu dikunjungi, dicari, dan diperhatikan agar mereka dapat ditolong. Jika mereka mengalami persoalan, goncangan dan pergumulan hidup, mereka butuh pertolongan konselor.
c).       Pertolongan itu dilakukan melalui proses konseling. Percakapan ini bukan percakapan biasa, tetapi sangat spesifik. Respons Konselor sangat khas dengan memakai pola-pola respons probing, understanding, suporting, interpretation, evaluation, dan action, yang terarah menuju solusi.
d).       Percakapan itu berlangsung timbal-balik, mendalam dan terarah. Percakapan itu sangat spesifik karena saling memberi, mempengaruhi, mencari inti persoalan, dan mengarah pada sebuah solusi. Konselor tidak mengambil alih persoalan dengan memberi nasihat-nasihatnya kepada Konsele.
e).       Perubahan terjadi karena iman dan ketaatan pada firman Tuhan. Hasil akhir konseling adalah perubahan sikap dan perilaku Konsele. Hal itu dapat terjadi karena imannya betumbuh lewat membaca, merenungkan dan mempraktikkan firman Tuhan.
4).         Konselor
Karena konseling pastoral ini suatu tugas yang penting, siapa yang harus melakukan tugas ini? Apa yang harus dilakukan agar pelayanan ini dapat berjalan?
·         Pendeta adalah Konselor.
Pendeta adalah orang pertama yang bertanggung jawab dalam mengemban tugas sebagai Konselor. Ia telah dipanggil secara khusus untuk memimpin dan menggembalakan jemaat. Jadi, ia sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin spiritual dalam jemaat.
·         Penatua dan diakon adalah Koselor.
Ternyata tugas memimpin dan menggembalakan jemaat juga ada di pundak para Penatua itu umumnya untuk memimpin jemaat, dan Diakon untuk mengembangkan pelayanan diakonia ke dalam dan ke luar jemaat, tetapi mereka adalah orang bertanggung jawab dalam mengelolah dan memimpin jemaat.
·         Pelatihan
Dalam mempersiapkan Konselor dalam pastoral, maka dipersiapkan pelatihan untuk konseling pastoral. Namun dalam pelatihan ini tidak tertutup kemungkinan bagi para jemaat yang berpotensi dan memiliki minat untuk dilibatkan dalam pelayanan.
·         Tim dan program pastoral.
Jika dalam jemaat sudah banyak yang mengikuti pelatihan konseling pastoral, maka gereja perlu membentuk tim pelayanan pastoral.
b).       Tujuan Konseling Pastoral
Adapun tujuan dari Konseling Pastoral adalah:
1).       Mencari yang Bergumul
Jemaat yang bergumul adalah mereka yang rentan dan rapuh terhadap godaan dan bujuk rayu kekuatan roh-roh jahat. Oleh karena itu, gereja wajib memperhatikan dan mengunjungi mereka. Hal ini memiliki dasar teologis seperti: nabi Yehezkiel yang mengungkapkan, bahwa yang hilang akan dicari, yang tersesat akan dibawa pulang, yang luka akan dibalut, yang sakit akan dikuatkan, yang gemuk dan yang kuat akan dilindungi (Yeh.34:16).
2).       Menolong yang Membutuhkan Uluran Tangan
Konseling pastoral adalah sebuah proses pelayanan untuk menolong Konsele. Oleh karena itu Konselor adalah pihak yang memberi pertolongan. Konselor adalah utusan Kristus untuk menolong Konsele yang terperosok “Dari jurang yang dalam aku berseru kepadaMu, ya Tuhan! Tuhan, dengarlah suaraku! Biarlah telingaMu menaruh perhatian kepada suara permohonanku,” (Mzm.130:1). Jadi konseling pastoral adalah proses menolong Konsele yang ada dalam jurang ketidakberdayaan.
3).       Mendampingi dan Membimbing
Mendampingi juga kegiatan untuk menolong Konsele. Antara yang mendampingi dan yang didampingi perlu terjadi interaksi sejajar dan komunikasi timbal-balik. Di sini pihak yang paling bertanggung jawab adalah pihak yang didampingi (Konsele). Namun bukan berarti bahwa yang mendampingi (Konselor) kurang atau tidak bertanggung jawab, maka dari itu tanggung jawab Pendamping (Konselor) adalah mendamping dan membimbing Konsele.
4).       Berusaha menemukan Solusi
Dalam konseling pastoral, seharusnya mengajak Konsele berpikir dan memikirkan problemnya secara bersama-sama dengan Konselor. Konselor dalam percakapan itu memberi pengarahan dan memimpin percakapan menuju satu titik yakni menemukan solusi masalahnya. Untuk mencapai ke solusi, yakni response action, maka Konselor berusaha menggali masalah Konsele dalam memakai response probing, uderstanding, supporting, interpretation, evaluation dan akhirnya response action.
Dengan respons-respons tersebut, percakapan menjadi terarah dan mengarah pada puncaknya yakni response action. Dalam response action ini, Konsele diarahkan untuk membuat satu keputusan, langkah-langkah, sikap atau perubahan perilaku yang baru.Jadi peran Konselor adalah memimpin percakapan untuk memberi pengarahan menuju dan menemukan solusi dalam response action.
5).       Memulihkan Kondisi yang Rapuh
Musibah, kemalangan, konflik, problem, belenggu dosa, merupakan kekuatan yang amat dahsyat yang menggerogoti hidup manusia. Hati, perasaan, pikiran bahkan jasmani kerap kali banyak terkuras bila seseorang dibelenggu oleh hal-hal tersebut. Seringkali wajah orang menjadi loyo, hidup tanpa gairah, semangat rendah, badan kurus, dan percaya diri kurang.
Oleh sebab itu, konseling pastoral adalah proses menolong yang berupaya membantu Konsele memulihkan kondisi yang rapuh itu. “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13).
“Kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami”
(2 Korintus 4:7).
6).       Perubahan sikap dan Perilaku
7).       Menyelesaikan Dosa melalui Kristus
8).       Pertumbuhan Iman
9).       Terlibat Persekutuan Jemaat
10).    Mampu Menghadapi Persoalan Selanjutnya
c).       Ciri-ciri Konselor Efektif
d).       Keterampilan Mendengarkan
e).       Keterampilan Bertanya
f).        Konseling Pastoral
MENGENAL CLINICAL PASTORAL EDUCATION (CPE)
1).            Sejarah CPE
Dengan berkembangnya sains dan seni tanpa bisa dikendalikan oleh Gereja, sikap dan pastoral Gereja pun mengalami perubahan. Pada tahun 1923 orang-orang yang bergerak di dalam profesi menolong, mulai menyadari betapa pentingnya bahwa seorang Pendeta memiliki keterampilan ekstra di samping pekerjaan utamanya yaitu berkhotbah dan pekerjaan di lingkup Gereja saja. Muncullah suatu gerakan yang biasa disebut gerakan Pendidikan Pastoral Klinis atau lebih terkenal dengan gerakan Clinical Pastoral Education (CPE) yaitu suatu metode pendidikan pastoral yang mengembangkan kepribadian dan pertumbuhan profesional dalam pelayanan.
Gerakan ini muncul pada saat sains berada di puncak segalanya. Sains begitu menguasai pikiran orang sehingga mereka percaya bahwa sains memiliki semua jawaban terhadap pertanyaan tentang kehidupan manusia. Revolusi sosial ini ternyata mempengaruhi sistem pendidikan di Amerika. Ide yang menekankan pendidikan profesional sangat kuat. Dasar dari ide ini adalah teori eksperimentalisme dari William James dan John Dewey yang sifatnya pragmatis, empiris dan ilmiah. Pada saat yang sama, pekerjaan para pendeta hanya berdasarkan pada otoritas tradisional yang tentunya dirasa tidak memadai lagi. Sehingga Gereja ditantang untuk memikirkan ulang metode pelayanan Kristennya. Dirasakan bahwa sudah terlalu lama Gereja hidup jauh dari kenyataan dan melihat dunia hanya sebagai obyek daripada suatu lapangan di mana Allah telah bekerja untuk mempersiapkan pertemuan Ilahi manusia di tengah-tengah krisis kehidupan manusia.
Gerakan CPE di Amerika Serikat merupakan pernyataan serangan melawan sistem pendidikan theologia. Gerakan ini mencoba untuk membuktikan kepada sekolah-sekolah theologia dan seminari-seminari bahwa theologia itu tidak terbatas hanya di dalam kelas dan text-book saja melainkan masih ada cara lain yaitu melalui Dokumen Manusia Hidup. Richard Cabot dan Anton Boisen adalah pencetus CPE. Ide dasarnya, seperti Cabot, seorang dokter medis yang memunculkan ide latihan klinis bagi mahasiswa theologia beranggapan bahwa yang bisa menolong orang sakit itu bukan hanya dokter saja. Ia melihat bahwa ilmu theologia juga memiliki peranan yang unik dalam profesi menolong sam dengan ilmu-ilmu yang lain. Ia bahkan mengatakan bahwa ilmu theologia klinis juga merupakan suatu alat untuk memperdalam theologia dan menghidupkan kedekatan dengan Yesus Kristus. Di sinilah panggilan orang percaya untuk bersaksi menyampaikan kabar baik bagi semua orang (Luk.4:18-19; Yoh.16:15).
2).            Tujuan CPE
Tujuan mengikuti proses dari awal hingga selesai mengikuti CPE adalah pertumbuhan secara personal dan profesional. Setiap peserta CPE diwajibkan untuk membuat tujuan yang hendak dicapai secara tertulis selama mengikuti CPE, yang mana disebut personal goals dan profesional goals. Tujuan itu tidaklah mudah dan apalagi untuk melaksanakan tujuan tersebut. Saat membuat tujuan itu dituntut keterbukaan diri menyatakan kelemahan/kekurangan yang nampak sekali dalam kesehari-harian untuk diperbaiki dalam waktu yang sudah dijadwalkan sampai akhir dari kegiatan CPE. Sebagai contoh dalam personal goal adalah bagaimana untuk dapat mengatasi kemarahan. Begitu juga sebagai contoh dalam profesional goal adalah bagaimana untuk dapat mendengarkan percakapan pergumulan orang lain? Ketika sudah membuat tujuan secara tertulis maka seluruh proses kegiatan selama CPE berlangsung dihubungkan kepada tujuan tadi. Sehingga pada akhirnya tujuan tersebut dapat tercapai dalam pertumbuhan secara personal dan profesional.
3).            Kapan CPE dikenal di HKBP
HKBP adalah salah satu anggota UEM dan melalui United Evangelical Mission (UEM) mulai mengenal CPE sejak tahun 2004, mula-mula hanya dua Minggu untuk memperkenalkan CPE itu kepada anggota-anggota UEM. Lalu berkembang menjadi 6 Minggu di tahun yang sama sampai pada tahun 2006. Lalu selanjutnya anggota-anggota UEM menyepakati untuk dibentuk Badan Pengurus pada tahun 2007 di R.S.Cikini untuk mengembangkan CPE di tengah-tengah anggota-anggota UEM. Oleh karena itu diharapkan kepada para peserta CPE untuk meningkatkan kualitasnya yang sesuai dengan standard of Pastoral Care Foundation (PCF) diwajibkan 10 Minggu secara Internasional. Apabila telah mengikuti 4 kali dalam 10 Minggu, maka berhak menyandang Sertifikat Chaplain. Kemudian melanjut lagi ke jenjang Supevisor dengan menghabiskan waktu 2-4 tahun dengan syarat sudah bergelar S2 dan telah mendapat sertifikat Chaplain. Ini jug tergantung dari penilaian Supervisor terhadap kandidat Supervisor apakah layak atau tidak menjadi kandidat Supervisor.
4).            Kegiatan-kegiatan CPE
·         Kunjungan Pasien
Sebelum saya mengenal CPE, saya melakukan kunjungan pasien hanya sebatas hadir dan mendoakan. Kemungkinan yang terjadi lagi perasaan yang simpatik muncul atau sifat mudah tenggelam, kepada perasaan yang sama dengan si pasien bahkan tidak dapat mengontrol diri. Sekarang setelah mengenal CPE, saya belajar untuk mendengarkan pasien melalui journey. Untuk merespon percakapan dengan pasien maka dilakukan “phrase phrasing” yakni penyusunan kata-kata yang memimpin suatu percakapan yang fokus pada memampukan pasien untuk menghadapi masalahnya. Di samping melakukan phrase phrasing, juga diperlukan “appreciate” terhadap kemampuan pasien. Dijumpai juga pasien yang dalam kondisi critical insident dan ada juga pasien yang tidak berdaya dan tidak bisa bicara. Bahkan ada juga pasien yang menolak kehadiran saya di tengah-tengah kesakitannya. Dari pengalaman ini, saya melihat bahwa manusia itu “unik” sehingga saya melakukan pendekatan yang berbeda sesuai dengan konteks.
Adapun manfaat bagi si pasien ketika saya mengadakan kunjungan pasien adalah sebagai berikut:
§             Menolong pasien untuk mendorongnya mampu menghadapi penderitaan
§             Menolong pasien menemukan apa yang membuatnya sakit dan menguatkan pasien untuk mengatasi masalahnya
§             Menemani pasien di saat mengalami kesendirian, kesunyian atau kesepian dalam menghadapi sakit penyakit
§             Merasa masih berharga ketika dikunjungi oleh Hamba Tuhan
Sementara manfaat bagi saya sendiri ketika mengadakan kunjungan pasien adalah sebagai berikut:
·             Semakin mengenal diri sendiri bahwa sesungguhnya manusia itu mempunyai keterbatasan dalam segala hal dan sehingga manusia itu saling tergantung satu sama lain. Yang lemah dikuatkan atau yang kuat menopang yang lemah.
·             Semakin mengenal diri sendiri bahwa betapa mahalnya kesehatan itu sehingga harus dipelihara dengan sebaik-baiknya.
·             Semakin mensyukuri berkat Tuhan akan kehidupan yang masih diberikan kesempatan untuk berkarya sesuai dengan kehendak-Nya yakni menyembuhkan (Healing), membimbing (Guiding), mendukung (Sustaining), memulihkan (Reconciling). Ini sesuai dengan 4 fungsi Pastoral yang dibuat oleh Clebsch dan Jaekle.
Di tengah-tengah penderitaan manusia terlihat bahwa manusia itu rapuh dan tidak berdaya sehingga perlu didampingi untuk memberi penguatan sehingga mereka mampu menghadapi problem hidupnya. Semakin sering mengunjungi orang sakit maka semakin memperoleh pengalaman yang sangat berharga tentang memaknai kehidupan ini dan berguna bagi pertumbuhan personal dan profesional. Begitu juga semakin teruji rasa kepekaan atau solidaritas terhadap sesama.
·         Presentasi Verbatim (Rekaman Percakapan)
Sebelum melakukan presentasi Verbatim, para peserta CPE terlebih dahulu mengadakan kunjungan pasien. Hasil dari kunjungan itu dituangkan dalam percakapan tertulis yang disebut Verbatim Report. Ketika peserta mempresentasikannya maka terlihat bagaimana personality dan profesionalitynya. Supervisor dan para teman lainnya membantu presentor untuk melihat kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh presentor. Di samping itu membiri masukan berupa option-option kepada presentor untuk memperbaiki pelayanannya dan personalnya. Di dalam kesempatan ini juga sering kali dijumpai presentor katarsis karena mengena pada dirinya sehubungan dengan luka lama pada life storynya. Sehubungan dengan itu kesempatan untuk proses menyembuhkan dirinya dapat terjadi.
·         Worship Seminar
Sebelum worship seminar salah satu peserta sudah mempersiapkan diri dalam menyampaikan sermon di pagi hari lalu dilanjutkan pada worship seminar. Dalam worship seminar sangat bermanfaat untuk memahami apa yang didengar dari perkataan Tuhan sendiri dan apay yang disampaikan oleh Pengkhotbah. Kemudian apa perasaan pendengar ketika mendengarkan khotbah itu dan apa perasaan pengkhotbah ketika menyampaikan khotbah. Begitu juga apa yang diharapkan oleh pengkhotbah dalam sermonnya untuk pendengar.
Dengan demikian dapat mmebantu lebih matang lagi persiapan untuk berkhotbah karena sudah melalui proses bersama menanggapi renungan itu dalam bentuk sermon.
·         Input/Materi Pelajaran
Input diberikan oleh Supervisor untuk menambah pemahaman para peserta CPE dalam hal yang berhubungan dengan pelayanan seperti: Listening, Communicating, Conflict Management, Anatomy Anger, dll. Dengan adanya input yang disampaikan oleh Supervisor semakin memampukan untuk melakukan pelayanan dan mengenal diri.
·         Individual Conference (IC)
Setiap peserta akan melakukan IC yang dipandu oleh Supervisor dan bersifat confidential. Pengalaman peserta dalam melakukan IC ini adalah sangat menolong untuk lebih terbuka peserta dalam mengungkapkan masalah-masalah apa saja yang dianggap perlu sekali menyangkut personal dan profesional yang perlu disampaikan kepada Supervisor. Setelah Supervisor mengetahui permasalahan itu maka Supervisor bersama-sama peserta untuk menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
·         Inter Personal Relation (IPR)
Dalam kegiatan ini bersama dengan seluruh peserta CPE. Setiap peserta bgerhak untuk mengungkapkan pengalaman apa yang sulit diatasi dan masih terjadi/berlangsung. Setiap peserta dan Supervisor membantu pserta yang telah mengungkapkan masalahnya baik itu terjadi di tengah hubungan dengan sesama peserta, Supervisor atau Pasien.
·         Chaplain On Call (COC)
Setiap peserta CPE mendapat tugas COC yang dilakukan mulai pukul 21.00-07.00. Peserta yang mendapat tugas COC adalah yang bertanggungjawab akan kegiatan kunjungan dan pendampingan kepada pasien terutama di saat kritis. Pengalaman saya melakukan COC sungguh sangat menolong saya untuk siap siaga dalam keadaan darurat dan siap melaynai pasien yang membutuhkan pertolongan dimana pada saat itu manusia sedang terlelap tidur.
·         Presentase Case Study
Dalam proses melakukan ini, peserta terlebih dulu menginterview siapa subyek case study lalu dituangkan dalam suatu tulisan dan dipresentasikan. Kegunaannya adalah lebih mengenal siapa orang yang menjadi Case Study. Kemudian mampu menjadi konselor/chaplain baginya apabila dianggap perlu atau dapat merefferalkan terhadap orang lain dengan membuat rekomendasi.
·         Self Verbatim
Dalam proses Self Verbatim, pserta melakukan waktu untuk kunjungan kepada diri sendiri apa yang sedang terjadi. Kemudian sebagai chaplain dirinya berusaha menolong dirinya sendiri untuk mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi. Di sini akan terlihat dalam presentasi presentor apakah hubungan dirinya sebagai chaplain dan dirinya secara person merasa menyatu/bersahabat atau tidak. Begitu juga dengan apakah adanya kepekaan seseorang terhadap dirinya atau tidak.
·         Life Story
Life Story merupakan potret diri seseorang sejak seseorang itu dalam kandungan sampai menjadi dewasa hingga saat ini. Dalam life story, seseorang dapat melihat sikapnya yang sekarang dari peristiwa-peristiwa yagn telah dilewati selama ini. Contoh: Mengapa seseorang mudah marah sekarang ini? Itu dapat ditinjau kembali pada masa lalunya hidup di tengah keluarga, pendidikan, dan masyarakat. Dengan melihat Life Story, seseorang ditolong untuk mengenal diri sendiri dan mampu menyikapi dengan lebih dewasa sehingga life story merupakan dokumen yang sangat berharga bagi manusia.
·         Mid Point Evaluation dan End Point Evaluation
Dalam kesempatan ini peserta CPE mengevaluasi di pertengahan dan di akhir. Kegunaannya adalah melihat sudah sejauh mana pertumbuhan personal dan professional sedang berlangsung/terjadi pada diri setiap para peserta CPE. Secara khusus lagi mengevaluasi hubungan dengan seluruh peserta dan Supervisor serta yang berkaitan dengan pasien. Diharapkan sekali dalam End Point Evaluation seluruh tujuan dalam kontrak belajar sudah tercapai.
·         Weekly Reflection
Setiap Minggu membuat laporan tertulis tentang refleksi dari suatu kegiatan selama seminggu. Laporan itu diserahkan kepada Supervisor lalu dikembalikan oleh Supervisor dengan koreksi dari laporan tersebut.
5).            Jadwal CPE setiap hari
Kegiatan sehari-hari di mulai pukul 07.10 dan berakhir pukul 18.00. Segala sesuatu kegiatan diawali dengan ibadah bersama mulai pukul 07.10 – 07.30 yang dipimpin oleh peserta CPE yang sudah diatur dalam jadwal. Pukul 08.15 – 09.00 mendengarkan laporan petugas Chaplain On Call (COC) yang bertugas pada pukul 21.00 – 07.00. Setelah itu mengunjungi pasien Inap yagn baru di rumah sakit selama satu setengah jam dari pukul 09.00 – 10.30. Dilanjutkan pukul 11.00 – 13.00 ada kegiatan yang diatur berdasarkan jadwal seperti: Life Story, Input / Presentation, Verbatim Report / Case Study / Critical Incident / Mid Point Evaluation / End Point Evaluation / Worship Seminar / Inter Personal Relation. Kemudian dilanjutkan pada pukul 14.30 – 16.00. Kemudian pukul 16.30 – 18.00 kunjungan pasien dan sebagian melakukan Individual Conference (IC) dengan Supervisor. Peserta IC diatur dalam jadwal yang biasanya 2 orang dalam satu hari.
Catatan: Sebelum kegiatan ini dilakukan, maka terlebih dulu disepakati bersama oleh peserta dan Supervisor. Peserta CPE dibatasi sebanyak 8 orang saja.
6).            Penutup
Demikianlah pengalaman saya mengikuti CPE yang dilaksanakan oleh United Evangelical Mission Regional Asia. Sungguh sangat bermanfaat sekali dalam pelayanan saya yang saya rasakan setelah mengikuti CPE ini. Saya diajar utnuk lebih disiplin menggunakan waktu seektif mungkin; lebih mampu menerima keberadaan orang lain sebagaimana adanya; lebih mensyukuri karunia Tuhan yang sudah diberikan pada saya; lebih mendengarkan orang lain dari pada untuk didengarkan; lebih empati terhadap pergumulan orang lain; saya berani dapat mengatakan YA kalau YA dan TIDAK kalau TIDAK terhadap berelasi dengan orang lain karena selama ini selalu banyak menjaga perasaan orang lain daripada diri sendiri sehingga seringkali diri ini dikorbankan terus menerus dan berakibat tidak baik untuk pertumbuhan personal; saya belajar untuk mampu menerima penolakan orang lain atas diri saya karena tidak semua orang dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan saya; saya belajar untuk memaafkan kelemahan saya dan orang lain juga; saya belajar untuk menghadapi konflik dengan cara management yang benar karena konflik juga memberikan pertumbuhan personal dan profesional. Konflik bukan untuk ditakuti atau dihindari tetapi dihadapi. Masih banyak lagi manfaat CPE yang tidak cukup saya sebutkan satu persatu ditulisan ini.
Dalam dunia pastoral orang mempermasalahkan istilah Pastoral Care dan Pastoral Counseling. Memang sulit untuk menterjemahkan istilah yang menterjemahkan dengan bahasa Indeonesia. Pastoral, padahal Care itu lebih dari mendampingi. Maka dari itu ada istilah yang cocok yaitu: Asuhan Pastoral, yang di samping itu berarti Ngemong.
Di Amerika paling sedikit ada dua asosiasi yang membedakan secara tajam dua kelompok tersebut agar tida rancu, yaitu: American Association Of Pastoral Counselors (AAPC) dan Association For Clinical Pastoral Education (ACPE).
Pastoral Care atau Asuhan Pastoral adalah istilah pastoral yang bidang cakupannya lebih luas arti dari konseling pastoral. Asuhan Pastoral mencakup secara keseluruhan layanan pertolongan dan kesembuhan, asuhan atau penyembuhan baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan Konseling Pastoral merupakan suatu kegiatan spesialisasi di dalam Asuhan Pastoral, yaitu suatu layanan pertolongan atau kesembuhan dan asuhan mellaui perhatian yang intensif kepada individu maupun kelompok dalam permasalahan kehidupan mereka.
Perbedaan ini bisa diterangkan melalui metode yang dipakai oleh masing-masing dalam aktivitasnya. Asuhan Pastoral atau Pastoral Care memperhadapkan kita dengan berbagai macam metode. Pada waktu dan keadaan yang berbeda Asuhan Pastoral menggunakan Konfesi (secara umum atau pribadi), ia juga menggunakan Pengurapan, bahkan ada yang menggunakan benda-benda Suci (Relics), Penyembuhan Kharismatis, Exorcisme, Doa, Kesembuhan Iman, Surat Penggembalaan, Sakramen, Pembacaan Ayat, Literatur Agama, Percakapan Pastoral (advise-giving), Disiplin Spiritual dan lain sebagainya. Lebih dari itu karena Gereja juga bergungsi sebagai pengajar, melalui mengajar asuhan pastoral dijalankan; juga evangelisasi, ibadah-ibadah minggu dan khusus, serta khotbah-khotbah telah digunakan pada waktu-waktu tertentu untuk melayani tujuan dari asuhan pastoral.
Konseling Pastoral di lain pihak condong untuk menggunakan satu metode saja, yaitu Konversasi atau Percakapan. Konseling Pastoral berusaha untuk memenuhi tugasnya dengan mendengarkan dan menanggapi situasi kehidupan seseorang dengan masalahnya. Kadang-kadang hal itu menggunakan ritus tertentu atau pembacaan atau tindakan, tetapi pada umumnya timbulnya proses konseling pastoral melalui pembicaraan secara kerangka ini Leroy Aden mengusulkan suatu thesis tentang konseling pastoral. Thesisnya adalah: Konseling Pastoral adalah suatu perspektif Kristen yang mencari upaya untuk menolong atau menyembuhkan dengan cara Menghadiri situasi kehidupan seseorang yang mengalami kesulitan. Thesis ini mengisyaratkan tetapi tidak bermaksud mendukung pengertian bahwa dalam lingkungan iman Kristen saja. Konseling pastoral masih dimungkinkan untuk menjangkau orang di luar iman Kristen.
CARE                      COUNSELING


 





                          PASTORAL CARE  PASTORAL COUNSELING
Keunikan Konseling Pastoral
Barangkali cara yang terbaik ntuk membedakan konseling pastoral dari konseling non-pastoral adalah dengan cara mengenali kekhususan konseling pastoral. Ini tidak berarti bahwa konseling pastoral secara total berbeda dengan konseling secara umum, tetapi perlu dikenali bahwa ada bidang keahlian tersendiri dari konseling pastoral yang tidak ada di konseling non-pastoral. Jati diri sebagai seroang konselor pastoral, latar belakang sejarah tersendiri perlu dimunculkan demi membedakan secara khsusu dari konselor non-pastoral. Dengan demikian konseling pastoral bisa memberi sumbangan yang khas di khasanah konseling umum.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar